Sabtu, 15 Juni 2013

Ada 'Kartel' Kerak Telor di PRJ Kemayoran


Pekan Raya Jakarta di Kemayoran bagi Ohar (52), pedagang kerak telor, menjadi semacam lokasi bisnis keluarga. Pasalnya, 4 dari 7 anak Ohar juga menjajakan kerak telor di pameran tahunan yang dikelola PT Jakarta International Expo itu. Inilah 'kartel' kecil kerak telor. Selain itu, ada pula 2 anak yang lain ikut berjualan disana, tapi bukan kerak telor.

Di temui Jumat (14/6) malam lalu, Ohar sedang menunggu pembeli. Anglonya mengepulkan asap tipis. Laki-laki asal Garut, Jawa Barat, itu menaruh dagangannya di tepi jalan di Jalan Pekan Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dia hanya berjualan di luar Gedung Pusat Niaga JIExpo, gedung yang dipakai PRJ.

Di sepanjang jalan sekitar 500 meter itu, kroni Ohar 'menguasai' pasar kerak telor. Keempat anaknya, dari nomor satu sampai nomor empat, Odang, Uin, Ali, dan Amin, berjualan makanan yang terbuat dari telur dan beras itu. Mereka membawa sendiri-sendiri pikulan kerak telornya. Mereka tak berjajar, tapi masih satu lokasi. Anaknya yang bungsu, Udin, 5 tahun, ikut membantu Ohar mengipasi anglo untuk memanaskan wajan.

Anaknya yang nomor lima, Asih, berjualan minuman ringan di samping ayahnya. Dia seolah melengkapi dagangan bapaknya yang menjual makanan. "Ayo, Pak, kopinya", kata Asih kepada pembeli kerak telor.

Pertarungan di pasar kerak telor di area sekitar PRJ cukup sengit. Setidaknya ada sekitar 150 pedagang kerak telor yang berebut rezeki di sana. "Kerak telor saya biasanya hanya laku enam sampai tujuh porsi," kata Ohar.

Harganya pun tidak bisa dimahalkan. Dia menjual kerak telor bebek Rp 20 ribu per porsi dan telor ayam Rp 15 ribu. Kerak telor serupa dijual lebih mahal Rp 10 ribu di dalam ruang pameran. Banyak pembeli yang bersungut-sungut melihat harga mahal kerak telor. Tapi Ohar tetap senang berjualan di PRJ karena tidak harus dengan berkeliling.

Laki-laki asal Garut ini sudah enam tahun terakhir selalu berjualan kerak telor di PRJ. Tapi selama itu pula ia hanya mampu berjualan di luar gedung pameran. "Kalau berjualan di dalam, mahal (biaya sewanya)", katanya. Untuk bisa punya stand di dalam ruang pameran, pedagang harus membayar sewa Rp 12-17 juta buat sebulan. Biasanya, kata dia, tiga pedagang patungan membayar sewa dan masing-masing memperoleh waktu berdagang 10 hari. Bagi Ohar, itu jelas tidak terjangkau.

Walau tidak membayar sewa stan, Ohar tetap harus mengeluarkan uang keamanan sebesar Rp 200 ribu sebulan. Dia serahkan uang itu ke sebuah organisasi massa asal Betawi. Ormas itu pula yang memasok bahan untuk produksi kerak telor, seperti telur, ebi (udang kering), penyedap rasa, merica, kertas bungkus, plastik, anglo, dan beras ketan. Barang-barang itu dibeli Rp 200 ribu sebulan. "Bahan yang kurang, saya beli di Pasar Kemayoran," katanya.

Karena melihat banyak pedagang kecil seperti Ohar yang 'terdampar' di luar ruang pameran, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berencana membuat Pesta Rakyat Jakarta di Monas mulai tahun depan. "PRJ Monas akan memberi tempat lebih banyak lagi bagi pengusaha mikro dan rumahan seperti kerak telor", kata Jokowi.

sumber : andi-news-online.blogspot.com