Sabtu, 20 Juli 2013

Relief Beton Modern Pertama Indonesia di Kemayoran



Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman Suku, Ras dan Agama serta ribuan warisan budaya dari masa ke masa yang tersimpan di berbagai tempat di Indonesia, tapi sayangnya ada beberapa warisan budaya yang penuh dengan sejarah tidak terurus atau terbengkalai bahkan hampir punah. Itulah yang terjadi pada Relief yang di klaim sebagai Relief Beton Modern Pertama di Indonesia yang terdapat di Eks Gedung Bandara Internasional Kemayoran bahkan Bandara ini sempat terkenal di tahun 1960-an karena pernah disebutkan dalam Komik Tintin "Flight 714 to Sydney".

Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno atau Bung Karno dengan semangat nasionalismenya yang menggelora pada saat itu berkeinginan untuk mempersembahkan gambaran-gambaran kekayaan Nusantara bagi para tamu luar negeri. Bung Karno tidak hanya ingin memperlihatkan kekayaan alamnya yang dimiliki tetapi seni budayanya melalui media relief (pahatan beton).

Relief yang digarap pada tahun 1957 selama 9 bulan oleh para guru dari Seniman Indonesia Muda (SIM) yaitu S. Sudjojono, Harijadi S. dan Surono di bantu oleh para muridnya antara lain Darmi S., Djakaria S., Marah Djibal, Sudariyo, Sidibyo, Chaidir dan Darmo S. ini terpajang di VIP room Eks Bandara Udara (Bandara) Kemayoran, Jakarta. Sebagai sebuah Warisan Budaya nasibnya mengenaskan. Relief ini dulu terpajang pada salah satu pintu gerbang utama Indonesia dan diprakarsai Presiden Soekarno.

Proyek relief ini sendiri dibiayai oleh Kantor Djawatan Gedung-Gedung. Tiga disain yang luar biasa dapat diselesaikan dengan luar biasa. Masing-masing seniman mengerjakan sebuah relief yang bertema menggambarkan kekayaan yang dimiliki Indonesia. S. Sudjojono menggarap tema ”Manusia Indonesia”, yang menggambarkan bagaimana rakyat yang sedang membangun, bekerja diberbagai bidang, tergambar tubuhnya yang kekar seperti semangat pada masanya.

Sedangkan perupa Harijadi S. menggarap tema ”Flora Fauna Indonesia”. Pada relief ini tergambar berbagai tumbuhan dan binatang yang terdapat di Nusantara baik yang hidup di air tawar dan lautan serta yang di darat seperti harimau, gajah, banteng, babi hutan, rusa, monyet dan masih banyak lagi binatang yang lainnya. Dengan sentuhan tangan dinginnya Harijadi S. berhasil mengerjakannya dengan detil dan halus.

Sementara perupa Surono dalam reliefnya menggambar kisah legenda Sangkuriang. Dengan reliefnya Surono mencoba ia bertutur tentang legenda dari tanah Pasundan yang sangat terkenal itu dengan detil.

Relief karya Sudjojono yang terpajang itu, kira-kira berukuran  panjang 30 meter dengan tinggi 3 meter. Sedangkan karya Harijadi diperkirakan berukuran panjang 10 meter tinggi 3 meter dan karya Surono diperkirakan berukuran panjangnya 13 meter panjang 3 meter.

Menurut Santu Wirono yang juga pelukis putra dari Harijadi S. analisis sederhananya, relief beton ini merupakan relief modern pertama di Indonesia mengingat, pertama, relief tidak terikat pada tradisi relief di Jawa, Bali dan daerah lain yang bernafaskan agama atau kepercayaan.

Kedua, Bung Karno yang punya apresiasi yang tinggi terhadap karya seni ingin menunjukkan Indonesia kepada tamu negara dengan sebuah ilutrasi (relief) tentang Indonesia melalui relief yang ada di halaman depan negeri ini sebagai sebuah etalase.

Sekarang, relief ini dalam keadaan kritis, dan mengenaskan. Bisa jadi nantinya hendak dibongkar oleh pengelola Bandara Kemayoran yang kepengelolaannya berada di bawah lembaga Sekretariat Negara seperti yang tertera dalam papan nama.

Menurut Santu Wirono yang berkunjung ke lokasi mendapat penjelasan dari satpam yang bertugas ukiran atau relief itu tak diperkenankan disentuh. Hal itu juga dibenarkan oleh Bambang Suroboyo yang menyempatkan datang ke lokasi belum lama ini.

Menurut Santu Wirono, pada masa Orde Baru karya-karya ini juga diincar hendak diberangus, seperti juga karya-karya seni lainnya. Untung saja tidak jadi, namun sekitar 2 meter relief ini dijebol juga untuk pintu tangga masuk ke VIP Room bandara Kemayoran.

Santu menyesalkan, pada warisan seni budaya yang merupakan karya seni masterpiece Indonesia, akan di hancurkan. Apakah tak ada lagi kepedulian negara terhadap karya seni anak bangsa. Alih-alih gedung yang pernah dijadikan etalase budaya dijadikan cagar budaya atau sebuah museum yang bisa untuk menyimpan karya seni anak bangsa. Santu menginginkan karya-karya ini dilindungi sebagai cagar budaya. ”Saya sudah menghubungi instansi terkait seperti; Dinas Pendidikan dan Dinas Budaya dan Pariwisata,” ujar Santu Wirono.

Paling tidak relief-relief itu bisa mengingatkan dan menginpirasi kita untuk terus berkarya dan memperkenalkan Indonesia pada dunia melalui karya seni. Bukan, justru artefak ini dibiarkan dihancurkan oleh nafsu hedonisme dengan mengganti bangunan apartemen dan mal. Alangkah, mengenaskan nasib karya seni di negeri ini. Siapa bertanggung-jawab ?

sumber : indonesiaartnews.or.id & news.detik.com