Jumat, 21 Februari 2014

Tuti Nurhayati, Meretas Sukses dari Bisnis Boneka



Diawali dari sebuah tekad yang besar Tuti Nurhayati mencoba banting setir membuat boneka demi membantu kebutuhan ekonomi keluarga, pengalaman membuat bonekanya itu ia peroleh setelah kurang lebih bekerja lima tahun sebagai karyawan dipabrik boneka 'Aurora' asal Korea.

Tuti mengawali bisnis bonekanya sejak tahun 2001. Pada awal bisnisnya, ia mengalami berbagai kendala yang dihadapi diantaranya kendala pendanaan dan pemasaran.

Namun berkat kerja keras dan keuletannya, ia berhasil meraih kesuksesannya sebagai pembuat boneka di Jakarta. Lewat  workshopnya di wilayah Kemayoran Jakarta, omset puluhan hingga ratusan juta rupiah mampu ia kantongi per bulannya.

Dari usaha itu, Tuti tidak terlepas dari keaktifannya bersama Perkumpulan Keterampilan Keluarga (PKK), di daerah Kemayoran Jakarta. Yaitu mengembangkan pembuatan boneka yang telah ia kuasai bersama organisasi perempuan tersebut.

Dengan modal awal yang tidak sampai Rp 1 juta, Tuti memproduksi boneka-boneka dan mencoba memasarkannya ke toko-toko boneka di Jakarta. Dari toko ke toko ia jajaki dengan menawarkan berbagai contoh produk boneka buatannya.

Pada saat itu, banyak toko boneka yang sudah memiliki suplai tetap terutama dari pabrik boneka besar sehingga tidak mudah untuk menembusnya.

Menjalankan bisnis boneka tidak semudah apa yang dibayangkan Tuti sebelumnya. Pada tahun 2006, ia pernah mengalami kejatuhan usaha yang hampir membawa pada kebangkrutan karena masalah permodalan dan pemasaran yang berkurang.

Akhirnya ia sering mengikuti pameran-pameran dan hasilnya lumayan. Disamping itu, ia juga mendapat suntikan modal dari salah satu bank BUMN sebesar Rp 49 juta. Dengan demikian secara perlahan bisnisnya mulai beranjak naik dan mampu bangkit kembali.

Dalam mengembangkan bisnis bonekanya itu, Tuti selalu memegang sebuah prinsip yaitu melakukan terobosan pembuatan model dan desain-desain boneka baru yang inovatif. Semua itu ia pelajari dari berbagai media seperti televisi, majalah, internet dan lain sebagainya.

Melalui 25 karyawannya, ia mampu menjual ribuan boneka per bulan, bahkan dalam acara-acara khusus untuk promo setiap order mencapai 2.000 boneka untuk satu perusahaan. Harga boneka yang ia jual pun beragam mulai dari yang termurah Rp 10.000 hingga Rp 350.000 per buah.

Tuti mengupayakan selalu mengembangkan model produk bonekanya secara periodik, agar konsumennya tetap tertarik dengan hasil produknya. Meskipun diakuinya untuk beberapa model seperti boneka beruang atau jenis-jenis binatang lainnya masih menjadi primadona di pasaran. Sedang untuk boneka karakter jarang ia produksi, karena selain hanya momen tertentu persaingannya pun sudah banyak.

Kini produk bonekanya sudah dikenal dan dicari orang, tak heran toko-toko boneka di kawasan Mangga Dua dan Cempaka Mas Jakarta selalu menjadi langganannya. Penjualannya pun sampai Rp 100 juta per bulan, meski tergantung orderan.

Saat ini produk-produk bonekanya masih dipasarkan terbatas di pasar lokal saja, diantaranya di wilayah Jabodetabek, Banjarmasin Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Makasar, Lampung, dan lainnya.

Meski sempat jatuh bangun dalam membangun usaha bonekanya, akhirnya wanita asal Sukabumi ini telah menikmati bisnisnya yang berjalan hampir 10 tahun, dengan margin 10%-20% setidaknya ia sudah bisa menikmati hidup sebagai seorang pengusaha sukses tanpa harus menjadi orang gajian.

Diakui Tuti tantangan bisnis dalam bidang boneka ini terus dinamis selain harus bersaing dengan industri besar, persaingan dengan barang-barang impor dilakoni terutama terhadap produk-produk boneka asal China yang terkenal harganya yang murah.

Modal Awal Hanya Rp 500 ribu, Kini Raup Omzet Rp 100 juta per bulan.

Lima tahun jadi kuli pabrik boneka, kini Tuti Nurhayati pun meretas sukses menjadi pengusaha boneka. Tak tanggung-tanggung, 6.000 boneka mampu ia produksi per bulannya. Dan omzet yang diraupnya pun melambung jauh dari modal Rp 500 ribu yang ia keluarkan 14 tahun lalu.

Selepas mengenyam pendidikan SLTA, pada 1995, Tuti langsung terjun ke dunia kerja. Ia mengawali karirnya, bekerja di pabrik boneka di wilayah Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Di pabrikan milik pengusaha asal Korea ini, wanita asal Sukabumi, Jawa Barat tersebut bersama ribuan karyawan lain memroduksi beragam boneka untuk diekspor ke berbagai negara.

Meski lebih banyak mengurusi administrasi, namun ia kerap terjun langsung ke bagian produksi untuk melihat dan mengetahui langsung kualitas, serta kesiapan produk boneka yang nantinya dipasarkan ke luar negeri tersebut. Tuti pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk belajar dan memahami detail pembuatan boneka, dari tahapan awal hingga finishing.

"Dikarenakan sudah berumah tangga, pada tahun 2000, saya memilih untuk berhenti kerja di pabrik tersebut dan fokus ngurusi keluarga," ujar Tuti di tempat usahanya di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.

Namun dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, Tuti pun mulai merasa bosan dan jenuh. Rupanya, keadaan tersebutlah yang melahirkan ide kreatif ibu tiga anak ini untuk coba memulai sebuah ‘petualangan’ baru.

Serasa memiliki sedikit pengetahuan dan keahlian untuk membuat boneka, maka aktivitas inilah yang dilakukannya. Apalagi ia juga sangat menyukai boneka, yang dalam benaknya pun produk ini bakal disukai banyak orang. Maka, ia pun berinisiatif mengumpulkan beberapa temannya yang sama-sama adalah mantan buruh pabrik boneka dari perusahaan yang sama.

"Awalnya kami tidak pernah berpikir untuk membuat sebuah usaha seperti ini. Jadi cuman iseng aja, isi waktu luang aja," tuturnya.

Namun tak disangka, usaha rumahan tersebut pun terus berjalan. Tuti mengaku, untuk modal awal menjalankan kesibukan baru ini, ia mengeluarkan uang pribadinya. "Sekitar Rp 500 ribu untuk beli bahan buat coba-coba,” ucapnya sumringah.

Berulang-kali Ditolak

Setelah berhasil memproduksi beberapa jenis boneka, seperti Teddy Bear, Tuti pun kebingungan, mau diapakan sekian banyak produk boneka yang sudah jadi tersebut. Rasa penasaran bercampur pesimis terus menggelayut. Namun terus didorong oleh suami dan mertuanya, Hj. Aminah, ia pun memberanikan diri, menawarkan produknya itu ke toko-toko.

Memang tak mudah memasarkan boneka buatan tangan Tuti dan kawan-kawannya tersebut, apalagi harus bersaing dengan pasaran boneka yang sudah ada. Mau ke media online (internet), ia sama sekali tak memahami teknologi tersebut, alias gaptek.

Meski demikian, ia tak mundur. Tuti terus menawarkan ke siapa saja. Dari mulut ke mulut, keluar masuk toko, bahkan hingga pusat-pusat perbelanjaan (mal) pun ia datangi.

"Hampir semuanya menolak, karena mereka melihat kita kan masih baru dan belum jelas juga usaha ini," ceritanya.

Alhasil, kegigihan dan keuletannya tersebut pun mulai berbuah positif. Satu per satu toko yang ia datangi mulai menerima produknya itu. Meski banyak yang masih pesimis akan penjualan boneka itu, atau entah karena terpaksa lantaran sering didatangi Tuti. Tapi yang jelas, produknya sudah bisa diterima di toko-toko.

"Paling tidak mereka mulai menerima boneka saya," ujar Tuti. "Ada yang mau ambil satu lusin dan bahkan dua lusin," lanjutnya.

Sungguh di luar dugaan, boneka hasil tangan Tuti dan kawan-kawannya tersebut ternyata mendapat respons pasar yang cukup menggembirakan. Menurut dia, bonekanya tersebut diterima baik lantaran kualitas bonekanya yang lebih bagus dari boneka lainnya.

Selain jahitan yang rapih dan kuat, boneka yang dihasilkannya telah menggunakan bahan flanel dan rasfur yang buluhnya lebih panjang serta lebih lembut. Sementara di bagian dalam, Tuti mengisinya dengan bahan dakron. Dengan begitu, boneka yang dihasilkannya pun lebih tahan lama, lentur dan lebih lembut.

"Banyak boneka yang masih menggunakan bahan velboa yang buluhnya pendek dan sedikit lebih kasar daripada rasfur yang buluhnya lebat panjang dan halus. Lebih dari itu, bagian dalamnya mereka gunakan spon/busa bekas sehinga produk bonekanya pun kurang elastis dan tidak begitu nyaman," paparnya.

Bagi Tuti yang baru memulai usahanya kala itu, ini merupakan peluang emas yang harus benar-benar bisa ia garap. Maka Tuti pun mulai serius dan fokus menjalankan rutinitas barunya yang belakangan ia namakan 'Zhovy Toys'-nama yang diadopsi dari nama anak pertamanya, Zhofra Natha Ridhovy.

Sang sumi pun mendukung penuh aktivitas baru isterinya ini. Usaha yang berawal dari rumah di Kemayoran ini pun terus berkembang hingga Tuti memiliki sebuah tempat usaha di kawasan Cibinong, Bogor.

Sempat Gulung Tikar, Tuti Melaju Bersama 'Zhovy Toys'

Meski tak lagi bekerja di pabrik boneka, namun di selah waktu luang mengurusi keluarga, sesekali Tuti menyempatkan diri coba-coba membuat boneka (sample). Maklum, ia sangat menyukai produk tersebut.

Ternyata dari ‘keisengannya’ itu lambat laun ia semakin menyukai dan mulai terbesit ide untuk menjalankannya secara serius.

Maka pada tahun 2002, ia pun mulai fokus menjalankan usaha yang dinamakan 'Zhovy Toys' tersebut bersama beberapa rekannya. Apalagi, boneka-boneka yang sudah coba ia pasarkan sedari awal telah mendapatkan respons pasar yang cukup positif.

"Istilahnya kalau tahun 2000-2001 itu, saya cuma coba-coba buat sample, sambil iseng aja nawarin ke beberapa teman dan toko-toko sekitar rumah," ujarnya.

"Baru 2002 itu saya mulai serius di usaha ini. Jadi kalau dulu, kita harus datangi satu per satu toko, antar sample dan lainnya. Sekarang mereka uda pada tahu, jadi merekalah yang memesan via telepon saja," katanya.

Usaha 'Zhovy Toys' pun terus maju seiring permintaan yang semakin meningkat. Tuti mendatangkan lagi beberapa mesin jahit, serta menambah lagi karyawannya.

Namun perjalanan usahanya itu tak semulus yang ia bayangkan. Baru tahun keempat menggeluti bisnis ini, tepatnya pada 2006, 'Zhovy Toys' pun gulung tikar. Permintaan pelanggan maupun dari beberapa toko rekanannya turun drastis. Entah kenapa, Tuti tak tahu pasti.

Bahan baku pun tak sanggup lagi ia datangkan. Ia kebingungan, entah bagaimana dengan nasib 10 karyawannya yang hidup mereka sangat bergantung dari pekerjaan tersebut.

Namun, motivasi yang luar biasa untuk terus maju menjadikan mental Tuti tak gentar, meski sedikit drop. Ia terus berusaha, mencari jalan keluar untuk terus memajukan usaha yang sudah ia rintis dengan susah payah ini.

Tabungan pribadinya pun terkuras habis untuk membayar gaji karyawan. Ia bertekad, apapun terjadi, 'Zhovy Toys' tetap memproduksi boneka.

Meski tersendat, usaha ini pun terus berjalan. Tak satupun karyawan yang ia rumahkan. Semuanya tetap bekerja, meski dengan irama yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Keadaan ini pun terus berjalan hingga hampir setahun.

Tuti akhirnya memutuskan untuk meminjam uang ke bank. Keputusannya ini disebutnya sebagai keputusan terakhir yang harus ia tempuh guna membangkitkan lagi usahanya.

Bangkit Melalui Pameran

Di saat iklim usahanya belum pulih, Tuti menerima ajakan mengikuti kegiatan pameran yang diadakan oleh ibu-ibu PKK di kelurahan setempat. Dari sini, rupanya Tuti mulai mendapatkan pelanggan-pelanggan baru. Ajakan pameran demi pameran pun terus berdatangan, sungguh berkah berlimpah baginya.

"Jadi dari kelurahan, kami ikut pameran ke kecamatan, hingga akhirnya ke Deperindag, dan ke Kementerian Perindustrian," tuturnya.

Beberapa pameran besar, seperti Inacraft yang diselenggarakan di JCC atau Pekan Raya Jakarta (PRJ), pun sudah diikutinya, bahkan pernah juga ikut pameran ke Malaysia. Dari pameran inilah, ia mengaku mendapatkan dampak yang sangat bagus.

Transaksi langsung juga meningkat drastis, antara Rp20 juta hingga Rp40 juta sekali mengikuti pameran. Pun demikian dengan pemesanan-pemesanan yang juga semakin meningkat. "Bahkan ada perusahaan yang pesan hinga 5.000 pcs dalam rentang waktu tertentu," jelasnya.

Ia mengaku, dari pameran-pameran tersebutlah usahanya berkembang lebih pesat dibanding pada awal ia menjalankan usaha ini.

"Bersyukurnya kami dikasi tempat oleh Pemda, Deperindag, Kemenperin, juga dari BNI. Jadi kami dibina dan diberikan fasilitas ikuti pameran secara gratis," jelas Tuti.

Namun, lagi soal bahan baku. Usaha yang dijalankannya ini pun kadang terkendala oleh pasokan bahan baku, lantaran produk boneka milik Tuti masih didominasi oleh bahan impor. Belum lagi harganya yang sering melambung tinggi.

"Pernah saya cari bahan velboa, susah banget dapatnya. Dakron dan kapas juga kadang sulit saya temukan. Dan biasanya kalau dolar naik, pasti bahan baku juga suka ikutan naik," ucap dia.

Omzet Melejit

Usaha ;Zhovy Toys; yang terus berkembang, hingga akhirnya ia menampah kapasitas produksi di bengkel usahanya. Karyawan pun bertambah menjadi 25 orang. Masing-masing diberi peran dan tanggung jawab berbeda-beda, mulai dari proses awal hingga finishing dan pengemasan.

"Ada yang bagian pemotongan, bagian pasang aksesori seperti mata idung, quality control, hingga finishing. Jadi ada macam-macam," tegasnya.

Dari ke-25 karyawannya tersebut, mereka mampu meroduksi sebanyak 5.000 hingga 6.000 pcs boneka per bulannya. Berbagai jenis boneka tersebut dilempar kepasaran, baik ke toko-toko, pusat-pusat perbelanjaan, hingga perusahaan maupun perorangan.

"Boneka saya juga dijual di Cimory, di ITC Kuningan, ITC Mangga Dua, Mal Ambasador, juga ke beberapa toko di pasar Asemka, Kota, Jakarta Pusat," ungkapnya.

Tidak hanya di sekitar wilayah Jabodetabek, produk boneka Zhovy Toys pun telah merambah ke berbagai daerah, baik di Pulau Jawa, hingga seberang Pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan lainnya.

Ia mengaku, tersiarnya kabar soal produk bonekanya itu adalah melalui pameran-pameran, juga melalui informasi yang telah tereskpose ke media massa. "Saya gak ngerti soal media online. Tapi katanya si mereka tahu dari koran, majalah, juga berita di internet," ucapnya sumringah.

Jatuh bangun menekuni usaha ini, Tuti mengaku puas akan pencapaian sejauh ini. Omzet usahanya pun melejit jauh dari modal Rp 500 ribu, menjadi lebih dari Rp 100 juta per bulannya.

Punya Toko Sendiri

Kini, Tuti telah sukses memanfaatkan peluang usaha yang masih terbuka lebar ini. Ia mengaku, suksesnya tersebut lantaran beberapa hal yang menjadi pendoman yang selalu ia jalankan dalam bisnisnya. Kesabaran, kejujuran, keuletan, serta semangat tinggi tidak mudah menyerah adalah kunci sukses wanita 35 tahun ini.

"Sekali kita jatuh, jangan menyerah, jangan pernah terpuruk. Bangkit lagi, maju terus dan tetap semangat," Tuti membagi tips suksesnya.

Dari usaha ini pula, sang suami yang tadinya adalah pegawai kantoran, kini banting setir ikut membantu menjalankan usaha boneka, 'Zhovy Toys'. Keduanya sama-sama menggeluti bisnis yang telah beromzet rata-rata di atas Rp 100 juta per bulan ini.

Ia pun berniat untuk membeli sebuah ruko yang akan dijadikan sebagai toko jualan boneka Zhovy Toys, pada tahun ini. "Sekarang masih numpang di rumah. Insya Allah, tahun ini sudah bisa punya tempat khusus untuk Zhovy Toys," pungkasnya.

blog.indotrading.com, wanitaberbisnis.com, dwinasl.blogspot.com