Jumat, 07 Februari 2014

Massa Geruduk Apartemen Cempaka Mas


Sekelompok orang menggeruduk kantor Pengurus Pengelola Rumah Susun (PPRS) Cempaka Mas, Jakarta Pusat, Selasa (28/01/14) sore dan melukai seorang pegawai.

Ketua PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas, Heddy Nurya, mengatakan peristiwa terjadi sekitar pukul 16.00. "Satu orang korban. Lagi duduk-duduk terus langsung dihajar sekitar 20-an massa," tutur Heddy.

Heddy mengatakan polisi berada di lokasi saat peristiwa terjadi. Namun mereka tak menangkap para pembuat onar itu. "Polisi cuma lihat-lihat saja, enggak ditangkap. Cuma dilerai dan dilepasin gitu aja," ujar Heddy.

Namun Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Angesta Ramano Yoyol membantah jajarannya tak berusaha menangkap para perusuh. "Tadi kami sudah mencoba mengejar, tapi ormas itu kabur," ujar Yoyol.  Yoyol sudah mengerahkan 150 polisi untuk berjaga di sejumlah titik. 

Ratusan Warga Mesuji Datangi Apartemen Cempaka Mas 

Ternyata bukan hanya itusaja, Rabu (29/01/14) malam, lima bus berisi orang-orang dari Mesuji, Lampung, datang ke Apartemen Graha Cempaka Mas di Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Pusat. Massa tersebut diduga akan menduduki apartemen itu.

"Mereka datang untuk menengok Pak Saurip Kadi," kata juru bicara Pengelola Pengurus Rumah Susun (PPRS) Apartemen Graha Cempaka Mas, Justiani, Kamis (30/01/14). Dikatakan, massa tersebut tidak datang untuk berbuat kerusuhan, tapi menengok Saurip Kadi dan berdoa bersama. "Tidak ada kericuhan."

Warga Mesuji datang, menurut Justiani, karena mendapat informasi bahwa Saurip Kadi ditahan. "Pak Saurip memang sempat dibawa ke Polres Jakarta Pusat pada 20 Januari," katanya. Mendengar hal tersebut, warga Mesuji yang surat-surat lahannya sedang diperjuangkan oleh Saurip mendatangi Apartemen Graha Cempaka Mas. "Pak Saurip memperjuangkan mereka."

Menurut Justiani, warga Mesuji datang berkelompok untuk melaksanakan doa bersama. "Mereka datang dan tahlilan," katanya. Aksi tersebut dilakukan untuk memberi dukungan kepada Saurip Kadi dan warga penghuni apartemen yang sedang memperjuangkan haknya. "Mereka merasa punya nasib sama."

Kuasa hukum PT Duta Pertiwi, Hokli Lingga, selaku pengelola lahan Apartemen Graha Cempaka Mas, sempat mengatakan bahwa kedatangan massa tersebut bertujuan menduduki apartemen. "Datang lima bus dari Mesuji ke apartemen," kata Lingga, Rabu (29/01/14) malam. Diperkirakan kedatangan mereka secara tidak langsung memberi intimidasi kepada warga.

Adapun Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Kombes Angesta Ramano Yoyol mengatakan, sejak malam tadi, polisi terus berjaga di lokasi apartemen. "Ada 200 personel yang diturunkan," katanya. Angesta mengungkapkan pihaknya akan mengupayakan mediasi bagi kedua belah pihak.

Sebelumnya, kericuhan sempat terjadi di Apartemen Graha Cempaka Mas pada 28 Januari 2014. Apartemen tersebut didatangi massa yang hendak menyalakan panel listrik yang dimatikan oleh pengelola. Pengelola beralasan, listrik sejumlah unit apartemen dipadamkan karena penghuninya belum membayar listrik.

Sedangkan penghuni menganggap listrik merupakan hak mereka. Pada 20 Januari 2014, hal serupa juga sempat terjadi. Dalam peristiwa ini, Saurip Kadi dan tiga warga yang mengajukan protes sempat dibawa ke Polres Jakarta Pusat.

Ratusan Warga Mesuji Masih Duduki di Graha Cempaka Mas

Ratusan warga asal Mesuji, Lampung sejak Rabu (29/01/14) hingga Minggu (02/02/14) sore, masih menduduki apartemen dan rumah kantor (rukan) Graha Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Peringatan Kapolres Jakarta Pusat, Kombes AR Yoyol yang mengultimatum agar para pendukung pengurus Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) tandingan besutan Saurip Kadi dan Palmer Situmorang segera ke luar dari kawasan GCM tak digubris.

Berdasarkan pantauan di lapangan, Minggu (02/02/14) sore, ratusan warga Mesuji masih berkumpul di unit apartemen milik Justiani yang mengaku istri Saurip Kadi dan ruang aula milik warga yang terletak di Blok A2 Lantai 5.

Sejumlah spanduk aspirasi perlawan terlihat terpampang di dinding apartemen lantai 5. Beberapa spanduk berbunyi "Kami Warga Mesuji Siap Mati Untuk Bapak Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi", "Kalau Untuk Berdoa Saja Kami Diusir..! Kami Warga Mesuji Siap Mati Untuk Berjihad Sekarang Juga..!"

Sejumlah warga apartemen GCM khususnya di Blok A2 mengaku sangat resah dan terusik atas kehadiran ratusan warga pendukung Saurip Kadi.

Bahkan, sejumlah warga lainnya memilih mengungsi ke hotel atau rumah keluarga untuk sementara waktu. Pasca kehadiran massa Mesuji ini mengakibatkan kondisi koridor lantai lima hingga lantai dasar terlihat sangat kotor. Sampah berserakan di mana-mana.

"Yang paling jorok lantai basement tempat parkir, bau pesing sangat menyengat. Banyak kotoran manusia dibuang sembarangan. Mereka menjadikan areal parkir menjadi WC umum. Kondisinya lebih kotor daripada pasar tradisional," tutur Sari, warga Blok A 2, Minggu (02/02/14) sore.

Sari yang juga calon anggota legislatif ini mengaku tidak habis fikir melihat sikap PPRS bentukan Saurip Kadi dan Palmer Situmorang yang mengerahkan ratusan warga Mesuji untuk menduduki apartemen GCM.

"Kok pensiunan jenderal dan pengacara ngetop, tapi kelakuannya begitu. Apa nggak malu dimuat di media massa karena mempertontonkan kelakuan bodohnya yang melanggar hukum. Atas nama hukum dan rakyat, mantan bintang dua TNI bertindak menyengsarakan ratusan warga GCM," tegasnya.

Sari berharap aparat kepolisian segera merespon keresahan warga GCM. Sebab, jika dibiarkan berlarut-larut akan menyulut kemarahan warga.

"Jangan sampai warga bersama-sama juga membawa preman untuk membasmi orang bayaran Saurip agar angkat kaki dari GCM," paparnya.

Tony, warga yang juga mantan Ketua Rukun Tetangga (RT) GCM juga mengeluhkan, sikap polisi yang tak kunjung bertindak tegas.

"Dari spanduk yang terpampang sangat jelas indikasinya, mereka mau berbuat kerusuhan di GCM. Apa mereka mau membuat rusuh Graha Cempaka Mas seperti di Mesuji. Kami juga heran, kok polisi tidak bertindak tegas, apalagi mereka sudah berhari-hari di sini. Apa perlu terjadi pertumpahan darah dahulu, baru polisi mengusir mereka?" kata Tony, warga apartemen Blok A2.

Tony mengungkapkan, sejumlah spanduk berisi pesan perlawanan membuktikan kedatangan warga Mesuji bukan untuk tahlilan, seperti pernyataan juru bicara PPRS tandingan, Justiani kepada sejumlah media massa beberapa hari lalu.

"Warga Mesuji datang mengorbankan nyawa demi membela Saurip Kadi. Emangnya Saurip Kadi siapa? Dia bukan nabi, kok berjihad demi Saurip Kadi," ungkapnya.

Sekadar diketahui ratusan warga Mesuji tiba di apatemen dan rukan GCM, Rabu (29/01/14) malam. Pantauan di lapangan, ratusan warga asal Lampung tiba di apartemen GCM, Jakarta Pusat sekitar pukul 18.30 WIB dengan menumpang lima bus.

Kedatangan warga Lampung tersebut di apartemen GCM disambut oleh Saurip Kadi selaku Pembina Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) tandingan dari hasil Rapat Umum Luar Biasa (RULB) yang tidak kuorum beberapa waktu lalu.

Ratusan warga Lampung menghuni di salah satu unit apartemen di Lantai 5 Blok A GCM dengan tidur beralasan karpet dan tikar yang disiapkan oleh Saurip Kadi bersama istrinya, Justiani.

Sontak kedatangan ratusan warga Lampung tersebut membuat para penghuni apartemen dan rukan GCM ketakutan. Menjelang tengah malam, suasana makin mencekam saat sekretaris PPRS GCM yang sah bersama Ketua RW 08 apartemen GCM, Djony Tandrianto dan Hary Wijaya didampingi Kapolsek Kemayoran M Sagala mendatangi tempat penampungan ratusan warga pendukung Saurip Kadi.

Sekretaris PPRS GCM yang sah, Djony Tandrianto mengungkapkan, kepengurusan PPRS tandingan besutan Saurip Kadi dan Palmer Situmorang tidak sah karena Rapat Umum Luar Biasa (RULB) yang digelar beberapa waktu lalu tidak quorum.

Kapolresta Jakarta Pusat, Kombes AR Yoyol menambahkan, pihakya mengerahkan 200 personil guna berjaga-jaga di apartemen GCM mengantisipasi terjadinya tindakan anarkis.

Massa dari Mesuji Harus Tinggalkan Rusun Graha Cempaka Mas (GCM)

Banyaknya terjadi kisruh antar penghuni di rumah susun, ataupun apartemen harus ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta. Sistem keamanan maupun aturan-aturan pengelolaan terpadu rumah susun (rusun) perlu diatur lebih jelas untuk meredam konflik yang kerap terjadi di Rusun Ibu Kota.

Menurut ketua Komisi Pemantau Pembangunan Publik (KP3I) Tom Pasaribu konflik kepentingan dalam kepengurusan Rusun kerap menimbulkan masalah sosial. Tingginya tekanan hidup di Jakarta membuat sejumlah kelompok berusaha menekan kelompok lain.

"Penduduk rusun itu heterogen, namun pola hidupnya cenderung individual. Perlu peran pemerintah untuk meredam konflik itu, tidak terkecuali di Apartemen," kata Tom, di Jakarta, Jumat (07/02/14).

Menurutnya, konflik yang terjadi disejumlah rusun telah merugikan banyak pihak, baik tenaga, pikiran dan uang demi kepentingan segelintir orang. "Mayoritas dan minoritas itu jangan sampai ada celah. Perlu ada aturan main yang disepakati bersama, sehingga ada rujukan yang wajib dipatuhi oleh semua warga yang tinggal dilingkungan Rusun," ujarnya.

Tom mencontohkan, konflik di Rusun Graha Cempaka Mas (GCM) tidak perlu terjadi jika warga memiliki dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama dalam Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). "Konflik dalam kepengurusan akan merugikan semua orang. Disinilah perlunya peran pemerintah dalam mengeluarkan aturan yang dapat dijadikan acuan," katanya.

Sementara itu, Kapolrestro Jakarta Pusat, Komisaris Besar AR Yoyol mengatakan, pihaknya berusaha mengamankan lokasi dan melakukan mediasi antara kedua pihak di GCM. "Masalah konflik Rusun ini sudah selesai. Warga sudah melakukan kesepakatan," katanya.

Dijelaskan Yoyol, pengelola dan pengurus Perhimpunan Penghuni Rumah Susun GCM dengan kelompok yang berseteru telah melakukan pertemuan di Mapolresta Jakarta Pusat, Kamis (06/02/14).

Pertemuan dipimpin Wakapolres Jakarta pusat, AKBP Hendro Pandowo serta dihadiri Dandim 0501, Letkol Yudi Pranoto, Kapolsek Gambir Kompol Agung Marlianto Basuki, utusan PLN dan Kepala Bidang Perizinan dan Penertiban Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta, Yaya Mulyarso.

Kedua pihak yang mengaku PPRS resmi sepakat menyelesaikan masalah melalui proses pengadilan. "Putusan pengadilan yang bersifat mengikat menjadi pegangan kedua kubu untuk menentukan kebenaran," ujar Yoyol.

Selain itu, semua pihak yang tidak berkepentingan termasuk massa dari Mesuji meninggalkan Rusun dan rukan GCM; pengamanan di kawasan GCM dikendalikan oleh petugas keamanan resmi dari pengelola;

Warga yang menunggak listrik wajib membayar Rp 500 juta secara bertahap. Tahap pertama sebesar Rp 100 juta yang dibayar Kamis (06/02/14). Pembayaran kedua dilakukan 14 Februari sebesar Rp 400 juta.

Seperti diketahui, konflik kepengurusan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Cermpaka Mas antara Djony Tandrianto dan PPRS tandingan dari Saurip Kadi dan Palmer Situmorang membuat PLN memutuskan aliran listrik.

Ratusan warga Mesuji Lampung, berusaha menduduki Blok A1 lantai lima apartemen GCM. Ratusan anggota Polres Jakarta Pusat dibantu aparat Kodim 0501 diturunkan untuk mengamankan kawasan GCM.

tempo.co, beritasatu.com, wartakota.tribunnews.com