Senin, 01 April 2013

Pasar Dadakan Kemayoran



PKL (pedagang kaki lima) sering kali di anggap sebagai suatu hal kontraproduktif dalam penataan kota. Kecenderungan PKL dalam memenuhi 'ruang kosong' seperti pedestrian dan sisi-sisi jalan menjadi protes besar. Kendati demikian, keberadaan PKL tetap eksis karena mereka menawarkan sebuah proses belanja yang menarik bagi masyarakat urban Jakarta, seperti jenis jualan yang bervariasi, proses berbelanja yang mudah dilakukan (sambil lewat), dan harga yang sangat terjangkau dengan kualitas bagus.

Adapun keunikan dari PKL itu sendiri adalah kepiawaiannya dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat, serta bijaksana dalam melihat potensi waktu, kapan masyarakat Jakarta membutuhkan 'bantuan' dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa kemudian PKL menjadi salah satu aktor penting dalam life cycle kota Jakarta.

Salah satu diantaranya adalah 'cluster' PKL yang berlokasi di sekitaran Masjid Akbar, Kemayoran, Jakarta Pusat. PKL di Kemayoran menyesuaikan diri dengan ritme kehidupan setempat yang kemudian memunculkan strategi waktu. Pada pagi dan siang hari, ketika warga Kemayoran tengah sibuk dengan aktivitas mereka, para PKL memilih untuk tidak menampakkan diri.

Namun sekitar pukul 16.00, seiring dengan berakhirnya kesibukan warga Kemayoran, maka PKL-pun mulai sibuk mempersiapkan diri. Tampak gerobak-gerobak pengangkut rangka besi tenda mondar-mandir, juga gerobak pembawa karung berisi dagangan. Di sisi lain jalan, terlihat juga orang-orang mulai membongkar gerobak dorong yang dipadati pakaian dan patung-patungnya, berbagai jenis sepatu, dan dagangan lainnya.

Seiring dengan sound-system Masjid Akbar yang mulai mengumandangkan lantunan Al-Quran, para PKL justru telah membentuk formasi berjajar sedemikian rupa. Dagangannyapun beragam ; mulai dari penganan camilan seperti martabak, gorengan dan kue-kue hingga makakan berat seperti pecel ayam, nasi rames, gudeg, soto-sotoan, mie ayam dan bakso. Bahkan beberapa spot terlihat ada komedi putar, permainan mandi bola, kereta api-kereta apian,  dan berbagai mainan anak lainnya.

Yang pasti denyut kehidupan sekitaran Masjid Akbar, Kemayoran pada sore menjelang malam ini, memang agak 'memukau'. Kemunculan PKL ketika hari mulai gelap adalah hal yang wajar di daerah Jakarta dan sekitarnya, namun dengan kesemarakan serta komoditi yang heterogen dan diperniagakan secara simultan, rasa-rasanya hanya ada di Kemayoran ini. Para PKL seolah kompak berkumpul dan menciptakan sebuah pasar tradisional dadakan berskala besar di Kemayoran.

Ratusan pengunjung berdatangan dan seolah memuaskan diri untuk menikmati berbagai komoditi yang ditawarkan. Tampak aksi para penjual menjajakan dagangannya, serta berbagai strategi penjualan yang beraneka ragam. Belum lagi suara hiruk-pikuk dari pengeras suara saat mempromosikan dagangan, penjual dan pembeli yang saling menawar, suara musik yang di stel dalam volume maksimal oleh para pedagang DVD bajakan serta bising knalpot bajaj yang lalu lalang.

Setelah puas berkeliling, sebagian pengunjung memilih untuk rehat di hamparan tikar lesehan yang sengaja di sediakan oleh para pedagang kuliner kaki lima. Anak-anakpun dapat menikmati beragam fasilitas permainan yang ada, seperti mandi bola, kereta api-kereta apian dan lain sebagainya. Sepertinya tempat tersebut telah berubah menjadi sebuah pasar malam yang sedemikian meriah, sungguh berbeda dengan suasana siang hari yang cenderung lengang.

Terutama di malam libur, PKL dengan para penunjungnya seolah tumpah ruah dan menutup jalan dalam radius beberapa ratus meter dari Masjid Akbar, Kemayoran. Sepertinya ini membuktikan bahwa PKL telah menjadi "aktor" yang sah di Ibu Kota, tanpa butuh pengakuan resmi dari pihak manapun. Dan keberadaan pasar dadakan Masjid Akbar ini seolah mempertegas bahwa identitas ‘pasar tradisional’ masih sangat berharga bagi rakyat Jakarta, atau bahkan Indonesia umumnya.

Lantas segera terbersit dalam benak kita bahwa apakah pasar rakyat dadakan di Kemayoran ini telah menjelma sebagai salah satu ikon baru Kota Baru Bandar Kemayoran..? Betulkah eksistensinya dapat bersanding secara harmonis dengan ikon-ikon lainnya seperti PRJ, Legendaris Bunyamin Suaeb serta sederet apartment mewah di Kemayoran..? Entahlah..

sumber : fenikurniati.wordpress.com