Rabu, 16 April 2014

Asni, Sang Macan Kemayoran


Suatu hari Lurah Kemayoran bernama Saeyan dan Tuan Ruys, Penguasa Wilayah Kemayoran tampak menuju rumah Babah Yong yang baru saja kerampokan.

Setelah dipelajari jejak-jejak peram- pokan itu, lalu Tuan Ruys berkata kepada Saeyan, pelakunya Asni ! Pemuda dimaksud langsung ditahan di kantor Opas Kemayoran.

Pagi itu Asni diberondong pertanyaan tentang perampokan semalam, Bukan saya pelakunya, ujar Asni, karena semalam banyak orang yang tahu saya berada di rumah.

Setelah diselidiki dengan teliti dan cermat, lalu Asni dibebaskan, namun ada syaratnya yang sangat berat. Kata Ruys, memang sekarang kamu bebas, tapi harus bisa menunjukkan siapa sebenarnya perampok itu.

Seandainya kamu tidak bisa menunjukkan perampok tersebut, maka kamu sendiri yang akan dipenjara. Baiklah tuan, saya berusaha mencarinya.

Keesokan harinya Asni mengadakan penyelidikan ke daerah Marunda, tetapi baru masuk kampung itu sudah mendapat teguran dari penjaga pos. Hai orang asing hendak kemana kamu ? Mengapa siang-siang begini saya dicurigai.

Penjaga pos itu tersinggung, karena ditanya enak-enak, justru berbalik tanya dasar anak kurang-ajar, sehingga penjaga pos itu bangkit dari tempat duduknya, lalu menendang Asni. Sekalipun ditendang, Asni dengan mudah mengelaknya, sehingga yang jatuh malah penjaga pos tersebut.

Penjaga pos lainnya juga tidak terima, sehingga menendang Asni dengan tongkat, tetapi justru yang tersungkur penjaga pos lagi.

Dalam keadaan kalah kedua penjaga pos itu kemudian berlari menemui kang Bodong, dia seorang pendekar tulen di kampung Marunda. Kedua penjaga pos itu berkata kepada kang Bodong, bahwa sekarang di kampung kita ada orang mabuk.

Sekarang dimana dia? Tanya kang Bodong. Saat itu Asni di tempat yang sama, kemudian mau menjelaskan, tetapi tidak ada gunanya, karena kang Bodong sudah menyerang duluan, sehingga Asni merasa kesulitan untuk melawan pendekar tersebut.

Posisi Asni tidak menyerang hanya saja dia menangkis, tetapi lama-kelamaan tenaga kang Bodong terkuras, sehingga Asni bisa mengalahkan tanpa harus menyerang kang Bodong. Perlu saya jelaskan lagi, bahwa kedatanganku ke sini bukan bermaksud bikin ribut, kata Asni.

Tiba-tiba dari samping rumah ada wanita yang bernama Mirah menyerang Asni dengan tongkat. Mirah adalah anak gadis kang Bodong.

Asni saat itu merasa kesulitan untuk menangkis dari serangan Mirah, tetapi Asni tidak sampai kena pukulan, bahkan tongkat Mirah bisa ditarik dengan keras oleh Asni, sehingga Mirah jatuh ke kolam ikan yang penuh dengan lumpur.

Melihat kejadian yang memalukan ini sang gadis marah-marah. Mirah dengan cepat melompat ke darat, lalu menyerang Asni lagi menggunakan pedang yang tajam, tetapi pedang itu terlepas dari tangan Mirah, sementara tubuh Mirah terlempar ke pohon yang banyak cabangnya.

Aduuuuh….. ! Mirah teriak dengan keras pada waktu tubuhnya melayang turun. Dengan begitu cepat, Asni menangkap tubuh gadis itu, tentu saja Mirah sangat marah, sementara Asni senyum-senyum, sehingga kemarahan Mirah semakin bertambah.

Ah, Mirah! dengan penuh tawa kang Bodong mengatakan, bahwa ini sudah jodohmu, hai Mirah! Lepaskan aku…….! Saat itu Mirah masih digendong Asni, lalu dilepaskannya gadis itu ke tanah.

Kang Bodong berkata, “bahwa Asni berhak menikahimu. ” Suasana ramai bersorak-sorai mendengar ucapan itu, Mirah sangat malu. Pada saat itu Asni diterima sebagai anggota keluarga baru.

Kemudian dijelaskannya tentang dia datang ke kampung Marunda dengan maksud mencari perampok. Mirah dan ayahnya segera tahu, bahwa perampokan itu adalah Tirta bersama anak buahnya.

Asni pemuda gagah berani, dia ditendang, dipukul oleh penjaga, pos, kang Bodong dan putri gadisnya, tetapi masih kuat, tidak terkalahkan, bahkan pukulan dan tendangan itu mampu dihadang, sehingga tidak sampai kena sasaran.

Pesta berlangsung dengan meriah, banyak sekali tamu berdatangan, termasuk yang hadir juga Tirta. Ternyata dalam undangan ada Bek Kemayoran dan Tuan Ruys.

Dia bertambah gelisah melihat banyaknya opas serta para centeng Babah Young, seakan-akan mereka telah mengepungnya.

Saat itu Tirta membawa pistol dan diacungkannya serta ditembakkannya, ke arah Bek Kemayoran. Letusan pistol itu membuat kacau balau acara tersebut, sehingga semua tamu bubar dan berlarian. Kang Bodong saat itu dalam keadaan pingsan, karena kena sasaran tembak dari Tirta, mengenai dadanya hingga mengeluarkan darah.

Pada waktu itu Tirta kabur, lalu dikejar para opas dan centeng, tapi yang berhasil mengejarnya hanya Mirah. Memang tujuan Mirah hanya merebut pistolnya, tetapi oleh Tirta dipertahankan sampai mati-matian. Tanpa disadari tiba-tiba pistol itu meledak dengan sendirian dan melukai dada Tirta sendiri.

Waktu dadanya berlumuran darah dan menjelang sekarat mengatakan kepada Mirah, bahwa aku senang sekali bisa bertemu dengan kamu, kemudian Tirta menyerahkan bungkusan kepada Mirah sebagai hadiah.

Lalu Mirah membukanya ternyata berisi perhiasan emas, alangkah senangnya Mirah, saat itu juga Asni datang menyusul, hingga ditunjukkan kepada Tirta, bahwa ini suami saya, kemudian Asni dan Tirta berjabatan tangan.

Dalam keadaan terharu keduanya saling merangkul, seraya Tirta mengatakan, bahwa kita bersaudara Asni, sebab kita satu ayah. Ibuku berasal dari Karawang dan ibumu berasal dari Banten.

Dada Tirta yang terluka bekas kena sasaran tembak itu deras sekali aliran darahnya, hingga dia meninggal dunia, karena kehabisan darah. Sementara Asni dan Mirah diselimuti rasa duka yang mendalam. Bodong telah sadar setelah kena tembak tadi dan dalam keadaan sehat keinbali.

Selang tiga puluh enam hari Asni bersama Mirah meninggalkan kampung Marunda dan menetap di Kemayoran. Daerah ini disegani warga, bahkan aman tentram, karena ada dua orang pendekar dari Marunda.

Jadi Asni memang orang baik-baik, tidak benar ia dituduh sebagai perampok, sebagaimana tuduhan penguasa Kemayoran.

Judul asli: 'Sepasang Jagoan'
tempatcerita.com