Rabu, 28 Maret 2012

Dua Anggota Teroris Kelompok Kemayoran Menyesal


Paimin alias Joni Gondrong dan Wartoyo, dua anggota teroris kelompok Kemayoran menyatakan menyesal atas aksi teror yang mereka lakukan pada pertengahan 2011.

"Saya minta maaf ke hakim, jaksa, bapak polisi, jajarannya, masyarakat, keluarga, bapak, ibu, istri dan anak saya yang saya telah tinggalkan tanpa diberi nafkah selama ini" kata Paimin.

"Saya akui apa yang saya lakukan salah. Saya menyesal tidak akan melakukan lagi" lanjut Paimin saat membacakan pembelaan dirinya dalam sidang kasus terorisme di Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat, (27/3). Dan dalam pembacaan pembelaan tersebut baik Paimin maupun Wartoyo juga menyampaikan permohonan agar mereka bisa di vonis ringan.

"Saya mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi bapak, ibu, istri dan anak saya, Pak Hakim", ujar Paimin yang bersama Wartoyo di tuntut hukuman penjara selama enam tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Keduanya oleh JPU dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Perbuatan itu di lakukan berkenaan dengan rencana mereka menyebarkan racun sianida untuk meracuni anggota kepolisian pada  pertengahan tahun 2011 lalu.

Paimin berperan sebagai pembuat racun yang akan digunakan untuk meracuni anggota polisi. Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis empat tahun penjara bagi dua teroris klainnya, yakni Wartoyo dan Jumarto.

Menurut hakim, kedua terdakwa tersebut berperan melakukan survei lapangan sebelum menaruh racun pada makanan polisi. "Survei dilakukan agar racun yang mereka berikan tepat sasaran", ungkap Ketua Majelis Hakim, Ahmad Rusidin, Selasa (17/4).

Wartoyo dan Jumarto adalah dua dari tujuh teroris yang di dakwa mencoba meracuni makanan polisi. Sedangkan terdakwa lainnya, yakni Paimin, Ali Miftah, Santhanam, Umar, dan Budi Supriadi masih menunggu vonis hakim. Adapun vonis hakim atas Wartoyo dan Jumarto lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa. Melalui kuasa hukumnya, Nurlan, kedua orang itu menyatakan menerima putusan hakim.

Menurut hakim, kelompok ini mulai merancang teror pada April 2011. Waktu itu Santhanam memimpin pengajian di halaman Masjid Al-Ikhlas, Kelurahan Kebun Kosong, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat. Awalnya Santhanam hanya mengajarkan baca tulis Alqur’an. Lama-kelamaan ajarannya mengarah pada ajakan jihad dengan rencana aksi meracuni polisi.

Kelompok ini lalu menyiapkan cairan racun yang diolah dari buah jarak. Racun disimpan dalam botol air minum. Mereka berencana menyebarkan racun itu di kantin kantor polisi di sejumlah wilayah, yakni Jakarta, Jateng, Jatim dan Sulteng.
Di Jakarta, sebelum beraksi, Wartoyo dan Jumarto dua kali melakukan pengamatan lapangan. Awalnya kedua orang itu mengamati lokasi sekitar kantor Kepolisian Sektor Glodok. Tapi, karena tidak ada kantinnya, mereka mencoret kantor polisi itu dari daftar target. Lalu mereka mendatangi pos polisi Ketapang yang memiliki kantin.

Pada 10 Juni 2011, menjelang persidangan kasus Abu Bakar Baasyir, Santhanam dan Paimin mendatangi kantor Kepolisian Sektor Kemayoran, Jakarta Timur. Tapi rencana mereka menebar racun tercium polisi. Mereka pun ditangkap sebelum menjalankan aksinya.

Menurut hasil penyelidikan polisi, Santhanam merupakan penggagas rencana teror. Paimin yang membuat racun. Adapun Umar, Wartoyo, Jumarto, Budi Supriyadi, dan Ali Miftah membantu menyiapkan, melakukan survei, dan membiarkan tindak pidana terorisme.

sumber : beritasatu.com