Kamis, 10 Oktober 2013

Haruskah Penahanan Dilakukan Terhadap Anak ?



Bagi AF (16 tahun) tanggal 24 Maret 2012 mungkin adalah hari kemalangannya karena pada tanggal tersebut bertempat di Jalan Angkasa depan Polsubsektor Kota Baru Kelurahan Gunung Sahari, Kecamatan Kemayoran, Jakarta ia tertangkap oleh warga setempat setelah berusaha melarikan diri karena melakukan tindak pidana pemerasan yang dituduhkan kepadanya.

Awal kejadian yang menimpa AF yaitu ketika dia sedang duduk di Gang Sawo temannya yang bernama Putra (28 tahun) datang menghampiri dan mengajaknya untuk mencari uang dengan jalan memeras korbannya nanti, AF pun menyetujui rencana tersebut dan mengawasi tempat yang akan dijadikan target.

Ketika sampai di depan Halte Jalan Angkasa, AF dan Putra melihat seorang perempuan yang sedang berdiri sendirian, setelah mengamati situasi dan memastikan keadaan telah sepi, Putra kemudian mendekati korban dan menodongkan pisau kearah korban tersebut sambil meminta tas yang dipegang wanita tersebut.

Korban yang ketakutan kemudian spontan meneriaki para pelaku, dan akibat dari teriakan korban tersebut, warga sekitar yang mendengar teriakan itu sontak menuju halte yang semula sepi untuk menolong korban sehingga AF dan Putra melarikan diri dan berpencar.

Akan tetapi seperti pepatah mengatakan 'untung tak dapat diraih, malang tak dapat dihindari', nasib apes menimpa AF yang berhasil diamankan oleh warga dan dibawa ke Polsek Kemayoran. Atas kejadian tersebut AF yang masih berusia 16 tahun yang masih berstatus Anak ini kemudian ditahan oleh pihak Kepolisian. 

Terhitung sudah hampir 6 bulan lamanya AF meringkuk di dalam dinginnya sel tahanan, terputus dengan akses dunia luar, termasuk akses terhadap pendidikan yang seharusnya masih bisa dinikmati oleh anak seusia dirinya.

Memang problematika penahanan terhadap anak masih kurang terasa sensitive di benak para penegak hukum, proses penahanan terhadap anak yang diamanatkan hanya dapat dilakukan sebagai upaya hukum terakhir pun seakan tidak diindahkan oleh para penegak hukum.

Padahal dalam kasus ini orangtua AF sudah memohon agar dilakukan penanguhan penahanan dengan syarat jaminan dari mereka, namun sampai di persidangan AF tetap ditahan dan terpisah dari orang tuanya. 

Akhirnya Pada tanggal 27 Mei 2013 barulah dikabulkan pengalihan jenis tahanan Rutan menjadi Tahanan Kota atas permohonan Pemohon Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron selaku Kuasa Hukum dari AF yang baru mendampingi AF pada tahap pelimpahan berkas perkara dan tersangka ke pihak Kejaksaan.

Penahanan tehadap Anak sebagai Upaya hukum terakhir (ultimum remedium)

Berdasarkan Konvensi Tentang Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989 didalam Pasal 37 huruf b menyatakan:

"Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-sewenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan lain terakhir dan untuk jangka waktu terpendek".

Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Right Of The Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak)seharusnya Aparat Penegak Hukum dalam melakukan penahanan digunakan hanya sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu tertentu demi kepentingan terbaik anak.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam Undang-undang sistem Peradilan anak terbaru yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang sudah mulai dilaksanakan oleh Aparat Penegak Hukum dan akan mulai diberlakukan pada tanggal 30 Juli 2014 menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 2 huruf d dan i Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak didasarkan atas kepentingan terbaik Anak dan perampasan kemerdekaan serta pemidanaan dilakukan sebagai upaya terakhir.

Anak, dalam hal ini AF dalam hal ini melakukan penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor, buruknya pergaulan serta kurangnya kasih sayang serta pengawasan dari orangtua AF, telah menyebabkannya terseret dalam pergaulan yang salah.

Tentu saja cara memperbaikinya bukan dengan semata-mata memberi penjatuhan pidana penjara terhadap AF yang masih tergolong anak ini, namun akan lebih bijaksana jika pengambilan keputusan dalam melakukan penahanan dilakukan berdasarkan kepentingan terbaik anak dan sebagai upaya terakhir, serta melihat faktor-faktor mengapa seorang anak melakukan penyimpangan yang dapat dilihat dari hasil penelitian kemasyarakatan yang dihimpun oleh Pembimbingan Kemasyarakatan mengenai data pribadi maupun keluarga dari anak yang bersangkutan, dengan demikian diharapkan stigma penjahat maupun narapidana yang dilabeli terhadap AF dan anak-anak yang berhadapan dengan hukum bisa terhindarkan demi masa depan anak-anak Indonesia yang lebih baik.

Oleh : Elida Damaiyanti Napitupulu, S.H.

http://lbhmawarsaron.or.id