Minggu, 29 April 2012

Sabtu Malam Disekitar Masjid Akbar Kemayoran




Waktu masih menunjukan jam 5 sore. Matahari dengan warna merahnya lambat laun menuju ke tempat asalnya. Seperti biasa, sebentar lagi malam dengan kemegahannya akan menggantikan tugas matahari.

Alunan musik tanpa genre keluar dari moncong knalpot kendaraan anak-anak muda. Ondel-ondel bergoyang ke kanan dan ke kiri berusaha menghibur anak-anak kecil yang sedang digendong orang tuanya masing-masing.

Adzan magrib berkumandang. Malam hari berkuasa. Apapun itu tak menggubris keriangan banyak orang. Malam itu banyak orang menghabiskan waktunya di kaki rumah susun dan apartment mewah yang berjejer ibarat sedang melakukan baris-berbaris. 

Para pedangang tanpa menghiraukan debu liar yang bergoyang bebas di jalan tetap menjajakan seluruh dagangannya. Gadis-gadis centil keluar rumah ikut menghidupkan suasana malam itu bersama-sama. Gadis-gadis itu ada yang bersama pasangannya dan terkadang juga  berkendaraan hanya seorang diri ataupun dengan teman sesama jenisnya.

Itulah sabtu malam di sekitar masjid Akbar Kemayoran. Menjadi bandar keriangan anak-anak muda setempat maupun yang dari luar Kemayoran. Mereka merajai jalanan dengan semangat plural, tak mengenal perbedaan lagi. Yang ada saat itu bahagia.

Orang-orang yang mengunjungi tempat itu biasa menyebutnya masjid Akbar, walaupun mereka hanya bersenang-senang di sekitar masjid tersebut, bukan ingin beribadah. Tapi apalah daya, sabtu malam adalah malam yang dinantikan para pemuda bahkan oleh para pekerja yang ini melepas penat.

Kadang para aparat, seperti Satpol PP, dengan mobil baknya yang mengkilap mengunjungi tempat itu. Mereka bukan ingin bermain-main tapi memperhatikan suasana malam itu, dikhawatirkan ada kejadian yang merusak suasana riang.

Siang di hari itu di sekitar masjid Akbar ibarat sebuah tubuh yang sedang mati suri, sedangkan malam hari adalah kebalikannya sebuah kehidupan besar dengan nafas baru. Sore hari menggambarkan proses kehidupannya.

Terlihat orang-orang yang berjalan kaki dengan santai di malam hari merasakan panas udara hingga mereka tak tahan untuk mengusapkan tangan ke kening mengusir keringat yang mengusik.

Pelayan di tenda-tenda warung makan tak terlihat sedang duduk santai. Mereka sibuk tiada henti melayani para pengunjung yang selera makannya muncul karena banyak menu sedap yang ditawarkan. Suasana ini berakhir hingga jam satu bahkan  jam dua pagi.

Akhir minggu juga merubah jalan menjadi tempat pembuangan sampah. Entah sampah apapun itu, yang pasti penyapu jalan tidak sebentar membersihkan itu semua.

Setelah sepi, saat subuh, masjid Akbar kembali fungsinya menjadi tempat ibadah. Di sekitarnya senyap. Matahari kembali bertugas membantu para pelari di pagi hari.

rainhardvidiza.blogspot.com