Jumat, 27 April 2012

Nostalgia Rel Kereta Kemayoran


Stasiun Kemayoran
"Dulu saya pacarannya di rel kereta", kenang Rukiyati, seorang perempuan Betawi yang seumur hidupnya tinggal di pemukiman pinggiran rel kereta Stasiun Kemayoran.

Saat remaja, Rukiyati bersama teman-temannya sering nongkrong di rel kereta. Di situ pulalah, pertama kali bertemu dengan seorang lelaki yang akhirnya jadi suami. Nenek dari enam orang cucu ini mengaku dulu kereta jarang lewat, sehingga tak berbahaya walau dia nongkrong di sana.

Kini, rel kereta juga menjadi tempat bermain cucunya. "Mereka emang sering mondar-mandir di rel", Namun Rukiyati mengaku sejauh ini tidak ada kecelakaan kereta yang memakan korban warga lokal.

Ibu yang mempunyai lima orang anak ini hanyalah segelintir dari warga asli yang menjadi saksi mata perubahan Kemayoran dari masa ke masa, setidaknya satu masa hidupnya selama 57 tahun ini. "Waktu belum nikah, rumah saya di Kepu Dalam", ujarnya seraya menunjuk ke seberang kawasan yang dibatasi rel kereta dari stasiun Kemayoran. Kawasan Kepu Dalam terlihat kontras dengan rumahnya saat ini di Jalan Bungur.

Di Kepu Dalam, terlihat kawasan rumah yang lebih besar dan megah. Tak ada rumah mewah di Jalan Bungur. Yang ada adalah sederetan petak-petak rumah berhimpitan dengan bentuk tak beraturan.  Jalan aspalnya dihiasi noda-noda dari kotoran binatang peliharaan warga. Warung jajanan, warung makan, kandang ayam, kandang merpati, dan tiang jemuran menjadi hiasan untuk menutupi tembok beton yang menghalangi pemukiman dari rel kereta.
Jemuran Massal di pinggiran rel

Rukiyati menyadari bahwa ia tinggal di lingkungan yang kumuh. Namun, dia tidak punya uang untuk pindah rumah. Usaha pemerintah untuk melakukan penghijauan di sekitar rel, menurutnya malah membuat lingkungannya semakin jelek, seraya menunjuk deretan pohon kecil dan tumbuhan yang tak beraturan jenis dan tingginya. "Mendingan benerin kandang ayam saya biar bagus", selorohnya.

Nanien Yuniar