Minggu, 12 Mei 2013

Anak Kemayoran Dagang Kopi Joos di Yogyakarta


Bertandang ke Yogyakarta, jangan lupa mampir ke angkringan di jalan Wongsodirjan, lokasinya persis sebelah Stasiun Tugu. Warung-warung kaki lima yang berjejer di sepanjang jalan tersebut, beroperasi mulai pukul 17.00 sampai pagi. Sebagian besar anak Kemayoran, tentu sudah familiar dengan warung angkringan khas Yogyakarta ini. Maklum di sekitar Masjid Akbar, kuliner semacam itu tampaknya menjadi salah satu tongkrongan favorit.

Namun, jangan heran bila spanduk yang terpampang di depan setiap warung-warung angkringan tersebut terdapat tulisan “Kopi Joos”. Ada Kopi Joos Pak Ismail, Kopi Joos Dinoyo dan lain-lain yang ternyata adalah minuman primadona yang dijajakan disitu. Segelas kopi yang dicelupkan arang pohon kosambi tampaknya menimbulkan daya pikat tersendiri. Tidak aneh bila setiap malam, ratusan pengunjung duduk lesehan di atas tikar yang tergelar di trotoar jalan Wongsodirjan tersebut.

Dan ternyata ada lagi suatu hal yang tiada terduga, yakni ‘ditemukannya’ seorang anak Kemayoran diantara puluhan pedagang Kopi Joos di tempat itu. Namanya Muhamad Sigit, usia 26 tahun, kelahiran ‘Kankud’ atau sebuah cluster di wilayah kelurahan Kemayoran. Sudah 3 tahun ini dia berjualan disini setelah di ajak kawannya yang dulu sama-sama bekerja sebagai cleaning service di sebuah perusahaan radio swasta di Jakarta.

Sigit bersama kawannya yang asli Yogyakarta itu lantas membuka usaha patungan yang diberi judul “Kopi Joos Saepul”, sesuai dengan nama partner bisnisnya itu. Konon orang tua dan kakek Saepul adalah juga pedagang angkringan yang memang telah eksis sejak lebih dari tiga dasawarsa silam. Dan ketika ditanya tentang oimzet kesehariannya, pria kurus itupun mengaku terus terang bahwa tidak kurang dari 200 ribu rupiah keuntungan bersih untuk mereka berdua.

“Malam Sabtu dan malam Minggu, kalo nggak hujan bisa dapat 500-700 ribu, tapi belum dipotong biaya ini itu” ungkap Sigit yang lantas di respons dengan anggukan Saepul. Di jelaskan pula bahwa ‘Kopi Joss’ di gemari berbagai kalangan lantaran selain rasanya nikmat, minuman itu di yakini pula sebagai obat masuk angin. Kecuali segelas kopi Joos yang di banderol Rp 3.500, jenis penganan dan minuman lain yang juga di jajakan disana tidak ada yang mahal.

Kendati demikian, saat hendak di ambil gambarnya, serta-merta Sigit menolak dan bahkan lantas ‘curhat’. Secara terus terang diungkapkan bahwa sebenarnya pria kurus itu hijrah ke Yogyakarta lantaran bercerai dengan istrinya. “Orang tuanya matre, eeh anaknya ikut-ikutan matre” ujarnya dengan senyum getir seraya mengambil arang yang membara dengan sebuah penjepit untuk di celupkan ke dalam gelas kopi pesanan. [HB]