Rabu, 19 Oktober 2011

Cewek Bau Kencur Jajakan Diri Demi Sebutir Ekstasi


Fenomena maraknya Cewek Bau Kencur (CBK) yang terjun sebagai pelacur sedemikian memprihatinkan. Tidak hanya berpotensi tertular penyakit berbahaya seperti HIV / AIDS, mereka juga rentan menjadi korban penyalah-gunaan narkoba.

Bahkan, yang membuat miris, banyak dari CBK itu mengakui jika mereka menjajakan diri hanya agar bisa mendapatkan sebutir ekstasi atau narkoba jenis lainnya. Istilah barter narkoba dengan seks ini pun sudah sangat dikenal di kalangan komunitas dunia gemerlap (dugem).

"Saya sih mau di suruh lakukan apa saja asal bisa dapat separuh butir ineks. Sukur-sukur satu butir", ujar  De (16), CBK yang biasa mangkal di salah satu lokasi hiburan malam Mangga Besar, Jakarta Barat.

De mungkin hanya salah satu dari sekian banyak CBK yang melakukan praktik barter seks dengan narkoba baik ekstasi maupun jenis lainnya di Jakarta dan  kota-kota besar lain.

Pasalnya, seperti disinyalir Gerakan Nasional Anti-Narkotika baru-baru ini bahwa sebanyak 921.695 orang atau sekitar 4,7 persen dari total pelajar dan mahasiswa di negeri ini tercatat sebagai pengguna narkoba.

Usia CBK adalah usia pelajar. Peluang mereka untuk menggunakan narkoba juga sangat terbuka mengingat kehidupan mereka akrab dengan dunia hiburan malam yang sering di identikkan dengan ineks, sabu-sabu, serta minuman keras.

Kepala Satuan Narkotika Polda Metro Jaya, AKBP Tony Syahputra SIK, juga tidak menyangkal fenomena ini. Bahkan menurutnya, sejumlah faktor melatar-belakangi CBK atau Anak Baru Gede (ABG) menjual diri. "Salah satunya adalah untuk memenuhi kecanduan mereka akan narkoba", ungkap Tony (17/10).

Di tambahkan pula bahwa itu bukanlah satu-satunya faktor. Penyebab lainnya adalah tuntutan gaya hidup glamour, seperti ingin punya ponsel mewah, BlackBerry, sepeda motor atau mobi, apartemen mewah dan sebagainya. "Mereka ingin mendapatkannya dengan cara cepat, ya melalui jual diri", imbuhnya.

Polisi memperkirakan saat ini di Jakarta ada sekitar 125 CBK yang mengalami ketergantungan narkoba. Tidak sedikit dari mereka yang  terpaksa menjual dirinya karena butuh biaya untuk mengkonsumsi narkoba.

Dalam pandangan psikolog, penggunaan narkoba dalam dalam kehidupan para pelacur dianggap sebagai bumbu untuk membuat kehidupan malam mereka menjadi meriah, berani dan percaya diri. "Mereka (pelacur) beranggapan kalau seks tanpa narkoba dirasa kurang afdol, mereka perlu pemanis dalam kegiatan seks", ujar Tika Bisono, melalui perbincangan telepon (17/10), malam.

Menurut Tika, sesungguhnya para pelacur tersebut bukan semata-mata ingin menjadi pemakai, akan tetapi mereka hanya ingin menjalani pekerjaan malamnya agar lebih menyenangkan. 

Pelacur Jalanan

Berbicara dunia pelacuran yang melibatkan CBK, tidak bisa dengan hanya melihatnya di lokasi-lokasi hiburan malam di Jakarta yang dikendalikan mafia kelas atas. Banyak CBK lainnya yang melakukan bisnis esek-esek kelas bawah .

Di Jakarta, sejumlah tempat sudah sejak lama menjadi pusat pangkalan ilegal pelacur kelas jalanan. Untuk wilayah Jakarta Pusat terdapat di kawasan Bongkaran Tanah Abang dan Runway Kemayoran. Sedangkan di Jakarta Utara terdapat di Cilincing, Koja, dan Tanjung Priok.

Di wilayah Jakarta Barat, selain banyak terdapat di kawasan Mangga Besar, juga melimpah di sepanjang Jalan Hayam Wuruk, Tamansari, serta pinggir jalan Tubagus Angke di wilayah Kelurahan Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan.

Adapun di Jakarta Selatan terdapat di Jalan Saharjo, Tebet dan Jalan Faletehan, Kebayoran Baru. Untuk di Jakarta Timur ada di kawasan Prumpung, Kecamatan Jatinegara.

Khususnya pelacuran di jalan Runway Kemayoran dari hari ke hari jumlahnya terus meningkat. Tiap malam terdapat ratusan wanita muda dari berbagai daerah mejeng di eks Terminal Bis Damri maupun sekitar gedung mal MGK Kemayoran. Sebagian wanita ada yang berdiri di pinggir jalan namun ada pula yang menjaga warung minuman yang sekaligus bisa di booking ke kamar mesum.

Sedangkan pusat pelacuran di Jalan Tubagus Angke, memanfaatkan lahan taman di pinggir Kali Angke. Tiap malam terdapat sekitar 100 wanita penghibur mejeng di lokasi yang telah disiapkan puluhan tenda mesum sewaan. "Seperti nggak pernah dirazia, kawasan umum dibiarkan jadi pusat kemaksiatan", ujar Hj. Siti Suciaty, pimpinan majelis taklim di kawasan Tambora.

Tarif pasaran wanita malam yang biasa berkeliaran di pinggir jalanan di Jaksel  bervariasi mulai Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu untuk sekali kencan saja. Ada di antara mereka yang masih berusia belasan tahun.

Sedangkan praktik pelacuran di komplek lokalisasi ilegal Rawa Malang, Cilincing, Jakarta Utara kian hari semakin marak saja. Rata-rata wanita malam yang mangkal dari kawasan Pantura Jawa, Sukabumi, Cianjur, Serang, Bogor, dan sejumlah daerah lainnya. "Umur mereka ada yang baru 15 tahun. Sekali kencan harga bervariasi antara Rp100 hingga 300 ribu", ujar Sasongko, warga Cilincing.

sumber : poskota.co.id