Sabtu, 15 Oktober 2011

Amri & Warung Ramah Lingkungan


Bakmi Prapatan
Menelusuri jalur Mikrolet M-37, maka dipastikan kita akan melintasi jalan Cempaka Baru Timur. Kira-kira 20 meter dari Alfamart, tampak sebuah spanduk bertajuk ‘Bakmi Prapatan’. Beralamat di jalan Cempaka Baru Timur No. 3B. itulah lokasi dimaksud

Pada bagian bawah spanduk ada kalimat bertuliskan ‘Warung Ramah Lingkungan’ serta terbubuh pula logo warna hijau, bermakna simbiosis daur ulang. Tentang hal yang demikian, tentu saja sang pemilik warunglah yang paling berkompeten untuk menjawabnya.

Moch. Amri, pemuda kelahiran tahun 1990 yang juga selaku pemilik sekaligus pengelola ‘café’ yang buka dari jam 17.00 sampai jam 13.00 ini memaparkan bahwa alasan membubuhkan kalimat ‘Warung Ramah Lingkungan’ lantaran dua hal sbb :

Pertama, ia merasa bahwa sudah saatnya segala aktivitas, diupayakan memiliki pula nilai-nilai kepedulian tentang pelestarian dan kesehatan lingkungan. Maksudnya, diutamakan pemakaian media organik yang mudah terurai dengan alam serta sedapat mungkin menghindarkan diri dari penggunaan bahan-bahan yang mengandung unsur kimia berbahaya.

Kedua, iapun ingin mencetuskan sebuah image tentang ‘café’ bernuansa kaki lima. Maksudnya disini, para konsumen tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam untuk makan di ‘Bakmi Prapatan’. Selain itu, dipersilahkan pula kepada para pelanggan yang ingin menjadikannya tempat transit untuk sekedar ‘kongkow-kongkow’ misalnya.

Amri (kiri) dan Alfath, asistennya
Bicara tentang ‘kongkow-kongkow’, tak jarang ‘café’ nya ‘on’ hingga menjelang Shubuh. Pasalnya, oleh sebagian pelanggan, ‘café’ itu dimanfaatkan pula untuk ajang ngobrol membahas beragam tema sesuai dengan kegiatan di komunitasnya masing-masing.

Ketika ditanya, apakan ia tidak merasa terganggu atau capek ? Seraya tersenyum, Amripun menjawab, “Namanya juga Warung Ramah Lingkungan”. Bahkan diakui kalau ia jadi lebih banyak mengetahui aktivitas berbagai komunitas di wilayah Kemayoran.

Tentang kepedulian lingkungan, Dijelaskan pula bahwa bahan baku ‘café’ yang telah berjalan hampir setahun ini, sebagiannya diolah sendiri. Tatkala siang hari, kesibukan pemuda ini adalah membuat bakmi, kwetiaw dan spagethi serta mengolah bumbu-bumbu.

Ketika ditanya, kenapa tidak membeli yang sudah jadi saja agar praktis? Pemuda penggemar futsal  ini mengutarakan bahwa dengan mengolah sendiri bahan baku untuk ‘café’ nya, maka ia dapat memastikan komoditi dagangannya itu bebas dari unsur-unsur kimia yang merugikan kesehatan.

Dapat disimpulkan bahwa Amri sadar betul tentang bahaya mengkonsumsi zat-zat semisal formalin dan borax sebagai ‘biang keladi’ penyakit kanker, lever, ginjal jantung koroner dan penyakit-penyakit berbahaya lainnya. Selain itu tidak ada yang dapat memungkiri bahwa bahan-bahan tersebut ditenggarai pula sebagai salah satu penyebab kemandulan dan cacat bawaan pada bayi.

Namun serta-merta wajah pemuda yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Cibinong ini tampak tertunduk lesu tatkala ditujukkan kemasan pembungkus makanan di ‘café’ nya yang ternyata masih menggunakan media berbahan styrofoam,

Pelanggan Bakmi Prapatan
Lantas dipaparkan bahwa dari pengalamannya selama beberapa tahun bekerja pada salah satu café ternama di Ibukota, sedikit banyak Amri memiliki bekal pemahaman tentang hal-ihkwal food & beverages. Ia memang mengetahui jikalau ada bahan untuk kemasan yang lebih berwawasan lingkungan.

Namun lantaran ditempat itu ia hanyalah ‘pegawai rendahan’, maka saat itu Amri kesulitan memperoleh informasi yang valid tentang jenis yang dimaksud. Ketika ia browsing di internet, barulah diketahui bahwa kemasan seperti itu harus di impor dari Amerika, dengan satuan biaya dollar tentu saja.

Pernah dicobanya mengganti dengan kemasan plastik yang harganya hampir dua kali bahan styrofoam, namun alhasil ternyata ia justru dikomplain. Para konsumen ternyata tidak suka dengan kemasan yang sedianya kotak itu berubah bentuk menjadi ‘tidak karuan’ akibat panas yang ditimbulkan dari masakan-masakan olahannya.

Oleh karenanya Amri sangat berharap suatu ketika ia dapat memperoleh box kemasan pembungkus makanan yang kuat menahan panas dan tentu saja berwawasan lingkungan dengan harga terjangkau sehingga tidak memberatkan para konsumennya.

Atau barangkali ada diantara para penggiat lingkungan dari kalangan birokrasi ataupun pihak partikulir yang berminat mensponsori kegiatan pengadaan kemasan makanan yang terbuat dari bahan ramah lingkungan demi upaya mewujudkan kepedulian lingkungan dan kesehatan masyarakat ?

Heri Abdullah