Kamis, 12 Juli 2012

Asal Mula Kampung Kemayoran


Pada mulanya penduduk Kampung Kemayoran adalah orang Betawi. Ke- datangan Belanda ke tanah 'Batavia' sebagai bangsa penjajah, banyak membutuhkan tenaga dari luar untuk di pekerjakan dalam pembangunan jalan, parit-parit, dlsb. Serta pula un- tuk di jadikan milisi (wajib militer) dalam menghadapi Sultan Hasanudin dari Banten dan Sultan Agung dari Mataram.

Selain itu untuk menghadapi musuh-musuhnya pemerintah Belanda mendatangkan orang-orang dari Cina, India, Sumatera dan Indonesia bagian timur. Dengan adanya bangsa-bangsa tersebut terjadilah asimilasi perkawinan diantara mereka. Kemudian datang orang Indo (campuran Belanda dan Indonesia) untuk tinggal di komplek tentara di jalan Garuda.

Setelah perang dunia ke dua banyak bekas tentara Belanda (pensiunan) datang ke Kemayoran untuk tinggal di sana.Setelah Indonesia merdeka, daerah Kemayoran banyak didatangi orang-orang perantauan dari Jawa Tengah (Yogya, Kebumen, Tegal, Purwokerto, Banyumas), Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, NTT dan NTB. Demikian pula bangsa-bangsa lain seperti Cina, Arab banyak berdatangan di tempat tersebut.

Pada masa pemerintahan Belanda Kemayoran merupakan sebuah Wekmeester yang dipimpin oleh seorang Bek. Baru setelah Indonesia merdeka, Kemayoran menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Sawah Besar, Kawedanan Penjaringan, Walikota Jakarta Raya. Tetapi pada tahun 1963-1968 Kemayoran dimasukan kedalam wilayah Kecamatan Senen, Walikota Jakarta Raya. Setelah tahun 1968 Kemayoran dijadikan wilayah Kecamatan dengan meliputi lima kelurahan yaitu Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Kebon Kosong, Serdang dan Harapan Mulia.

Pada masa pemerintahan Belanda daerah Kemayoran tidak lepas dari kekuasaan mereka. Di bawah pemerintahan gubernur Jendral Daendels, usaha yang dilaksanakan ialah pembangunan jalan darat yaitu dari Anyer sampai Panarukan. Kebutuhan dana pembangunan jalan tersebut Daendeels dengan cara meniual tanah yang dikuasai kepada orang-orang kaya. Hal semacam itu terjadi pula pada tanah di Kemayoran. Umumnya pembelinya dari kalangan orang-orang kaya atau luan tanah dari golongan Cina, Arab dan Belanda, diantaranya ialah Rusendal, H. Husein Madani (lndo-Belanda), Abdullah dan De Groof.

Kekuasaan tuan tanah itu sama dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Mereka berhak mengatur kembali tanah yang sebelumnya mereka adalah budak belian. Setelah perbudakan dihapus, mereka menjadi petani milik tuan tanah dan umumnya tuan tanah akan menentukan besarnya pajak yang harus mereka bayar.

Adapun pajak yang ditarik pada waktu itu ada dua macam yaitu pajak tempat tinggal dan pajak penggarap sawah hasil bumi. Untuk pajak tempat tinggal ditarik tiap bulan sebesar satu picis. Sedangkan untuk penghasil dibagitiga dengan perincian petani penggarap 25%, tuan tanah 45% dan mandor 30%. Disamping penggarap mengeluarkan 25%, mereka masih diharuskan memberikan sebagian hasilnya pada mandor. Apabila tanah itu di tanami kacang tanah, buah-buahan dan sebagainya, mereka di wajibkan membayar pajak tanah pada tuan tanah yang besarnya kurang lebih 4% dari hasil panen tersebut.

Adanya pendatang dengan mempunyai latar belakang kebudayaan dan pendidikan yang berbeda membawa pengaruh positif terhadap kehidupan penduduk Kemayoran. Dahulu mereka memang memandang para pendatang secara negatif, karena mereka menganggap bahwa para pendatang itu berasal dari kalangan orang-orang susah.

Kesan semacam itu kemudian berubah setelah mereka mulai mengadakan komunikasi. Dengan adanya komunikasi terus-menerus mendorong penduduk Kemayoran mau bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya, karena banyak di antaranya dalam mereka bekerja tidak lagi hanya mengandalkan dari satu jenis pekerjaan seperti dahulu.

Karena Kemayoran sekarang daerahnya sudah berubah menjadi tempat pemukiman, banyak diantara mereka yang mengalihkan mata pencahariannya yakni dari petani ke usaha-usaha lain seperti pedagang, buruh pabrik, bengkel, dlsb.

Dengan dibangunnya Lapangan Terbang Kemayoran sekitar tahun 1935, penduduk membuka usaha sebagai pedagang keliling, nasi, perbengkelan, berjual alat-alat rumah tangga dan lain-lain.Sudah menjadi tradisi bagi tuan-tuan tanah di daerah Kemayoran, pada tiap-tiap tahun baru Cina, mereka mengadakan suatu pesta perayaan dengan acara pertunjukan sebagai hiburan bagi rakyat.

Adapun pada berbagai pertunjukan yang terselenggara pada masa itu, sebagian besar di tampilkan kesenian rakyat yang sangat di gemari pada saat itu, misalnya kesenian Keroncong, Wayang Kulit, Gambang Kromong, Der Muruk, dlsb.

Orkes Keroncong Kemayoran

Dalam beberapa literatur di ketahui bahwa musik Keroncong mulai masuk di Indonesia sejak abad ke XVII berasal dari Portugis. Mula-mula di bawa oleh orang Portugis ke Jakarta pada tahun 1661 oleh bekas tawanan tentara Portugis yang kalah perang dan menetap di daerah Tugu, Jakarta Utara.

Dan berawal dari Keroncong Tugu pengaruh Portugis inilah yang lambat laun berkembang menjadi suatu aliran seni musik 'modern' yang merupakan kelanjutan dari Keroncong Oud Batavia (lief de Java) dan Keroncong asli Kemayoran.

Mula-mula musik Keroncong Tugu ini hanya untuk mengiringi lagu-lagu bernada sedih bersifat irama melankolis dan bahasanya Portugis. Kemudian lagu-lagunya diperluas dan ditambah dengan irama stambil dan melayu mempergunakan bahasa Tugu sehingga terciptalah lagu-lagu seperti Cafrinyo (Kaparinyo), Jankafalati, Morasco, Proungga, Stambul Tugu (stambul jampang), Nina Bobok, Terang Bulan, Keroncong Tugu (menjadi keroncong Kemayoran sekarang) dan lain-lain.

Kemudian pada abad ke XX sekitar tahun 1920-1925 berdiri musik keroncong Lief de Java (Oud Batavia) yang disponsori oleh orang Belanda dengan para pemainnya campuran orang Belanda dan orang Indonesia. Mereka memoderenkan musik keroncong asal Tugu dengan irama musik Jazz Band, walaupun irama Keroncongnya tetap ada dan lagu-lagunya juga lagu Indonesia. Peralatannva di tambah dengan gitar, melodi, okulele (cuk), bass dan seruling.

Penyanyinya ialah Amri Landaw dan Leo Spei. Dari orkes keroncong Oud Batavia ini berkembang rnenjadi Keroncong Asil Jakarta, salah satu di antaranya ialah Keroncong Kemayoran dari Daerah Kepu, Kemayoran dibawah pimpinan M. Sagi.

Orkes keroncong Kemayoran untuk pertama kalinya tampil dimuka umum pada tahun 1922. Mereka selalu mendapat panggilan dari orang-orang Belanda atau Cina yang kaya untuk memeriahkan pesta perkawinan atau pesta ulang tahun di ternpat kediaman mereka.

Disamping itu Orkes Keroncong ini tidak ketinggalan pula turut serta mengikuti 'Perlombaan Orkes Kerroncong' yang di adakan tiap-tiap tahun di pasar malam Gambir. Di arena pertunjukan ini Orkes Keroncong Kemayoran harus menghadapi saingan-saingan yang dianggap kuat yaitu orkes Keroncong Tugu dan orkes Lief De Java (Oud Batavia). Alat-alat musik yang dipakai oleh Orkes Keroncong Kemayoran pada waktu itu masih sangat sederhana terdiri dari biola, keroncong, rebana dan gitar pengiring.

Mereka tarnpil dengan memakai pakaian seragam khas Betawi, yaitu jas tutup dan kain batik.Pada tahun 1929 di daerah Kemayoran berdiri orkes Keroncong Fajar dibawah pimpinan Bapak Suratman. Penyanyinya pada waktu itu ialah Suratmi dan Safi'i. Peralatan yang dipergunakan di tambah dengan alat-alat musik lainnya seperti : Okulele (Cuk), Cello, Bass dan Gitar Melodi.Lagu yang dibawakannya ialah keroncong Kemayoran, Moressco, dan Cafrinyo (Kaparinvo).

Lagu Keroncong Kemayoran sampai sekarang tidak di ketahui siapa pengarangnya. Syair lagunya mungkin berasal dari Keroncong Tugu, namun menggunakan bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat dalam lagu Keroncong Kemayoran tersebut tergantung pada kehendak si penyanyi yang membawakannya.

Salah satu syair dari lagu Keroncong adalah sebagai berikut : "Ani-ani bukannya waja.. Memotong padi di gunung.. Saya menyanyi bukan sengaja.. Menghibur hati nan bingung (Reff :) Olele di Kotaraja.. Bole enggak boleh.. Di bawa Saja...

Orkes keroncong Fajar ini, banyak yang menggemari sehingga sering di panggil untuk bermain di daerah Jati Negara, Petojo, Sawah Besar dan Kwitang. Ketika orkes keroncong Fajar tidak terdengar lagi kegiatannya, muncul di daerah Kepu Kemayoran orkes keroncong Sinar Betawi dibawah pimpinan M. Sagi, penyanyinya yang terkenal pada waktu itu ialah adik M. Sagi yaitu Miss Rum.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, orkes keroncong Sinar Betawi ikut mengisi acara untuk hiburan keroncong di RRI Jakarta yang pada waktu itu bernama 'Radio Ketimuran', yakni lagu 'Jali-jali', di bawakan.oleh penyanyi Miss Rum. Di samping pemimpin orkes keroncong, M. Sagi dikenal pula sebagai pencipta lagu, ciptaannya yang terkenal ialah 'Dasi Biru' dan 'Buah Delima'.

Pada masa kemerdekaan M. Sagi tetap aktif mengisi acara hiburan keroncong di RRI Jakarta dengan nama Orkes Radio Indonesia. Penggemarnya semakin banyak, sehingga mendapat panggilan untuk bermain di luar kota Jakarta yaitu kota Karawang, Pekalongan, Solo, dlsb.

Pada tahun 1954 M. Sagi meninggal dunia, maka orkes keroncong yang di pimpinnya berhenti kegiatannya. Kemudian dilanjutkan oleh adik iparnya, yaitu Bapak Isbandi. Beliau adalah suami Miss Rum. Peralatan yang di pergunakan di tambah dengan alat-alat musik lainnya, seperti banjo, suling, biola, dan Flut. Orkes keroncong pimpinan Isbandi mengisi acara RRI seminggu sekali.

Penyanyinya yang terkenal pada waktu itu ialah Sayekti, Masnun, dan Abdul Gani. Pada tahun 1957 berdiri Orkes Keroncong 'Suara Kemayoran' di bawah pimpinan Ahmad Borni, karyawan RRI Jakarta. Orkes tersebut sering mengisi acara hiburan keroncong di RRI. Penyanyinya ialah Neti. Lagu 'Bandar Jakarta' merupakan lagu yang sangat di gemari pada waktu itu. Namun setelah Ahmad Borni wafat, kegiatan kesenian itupun berhenti dan tidak ada yang melanjutkan.

Orkes Keroncong Kemayoran pada awal abad XX merupakan orkes hiburan yang sangat di gemari oleh masyarakat. Namun kini nama orkes tersebut hanya tinggal kenangan, karena kurang di minati warga Kemayoran untuk melestarikan kesenian tersebut.

Musik Gambang Kemayoran adalah seni musik yang mendapat pengaruh Cina, tetapi irama dalam lagunya mempergunakan dialek Jakarta. Di daerah Kemayoran ini tidak disebut Gambang Kromong, karena alat musik kromong tidak dipergunakan. Pada tahun 1922 di daerah Kemayoran berdiri Perkumpulan Gambang di bawah pimpinan Bapak Samsu yang merangkap sebagai penyanyi.

Alat-alat musik Gambang Kemayoran terdiri dari gambang, gebian, kretek, gending, dan kempul. Para penyanyinya ialah Laman dan Samsu sering memukau hati penonton dengan membawakan lagu-lagu yang di gemari yaitu Onde-Onde, Si Jongkong Kopyor dan Kapal Karem.

Adapun pertunjukan Wayang Kulit berasal dari pengaruh Jawa. Ceritanya di ambil dari Epos Mahabarata dan Ramayana dan bahasa yang di pakai dalang dalam pertunjukan wayang kulit ialah bahasa Betawi.

Wayang kulit Betawi yang terkenal di daerah Kemayoran ialah dibawah pimpinan Bapak Bagong yang tinggal di daerah Kebon Kosong. Wayang kulit Betawi dipertunjukkan pada waktu pesta perkawinan, sunatan, ruwatan, atau pesta tahun baru yang di selenggarakan oleh tuan tanah di Gedung Tinggi Kemayoran. Tema ceritanya diambil dari cerita Batara Kara yang maksudnya memberi nasihat kepada masyarakat baik anak-anak, remaja, maupun orang tua.

Sebelum pertunjukan wayang di mulai, sesajen harus di sediakan. Sesajen yang di pakai pada waktu upacara ruwatan ialah seikat padi, batang tebu dan daunnya, setandan pisang, kelapa hijau, buah, rokok, dan 7 macam jajanan pasar.

Adapun empat macam tumbuh-tumbuhan yang tersebut di atas mempunyai makna bagi masyarakat Betawi, yaitu :
a. Padi maksudnya anak Betawi bila sudah menikah janganlah seperti anak muda.
b. Tebu maksudnya anak Betawi sesudah menikah jangan seperti rnakan tebu, habis manis sepah dibuang.
c. Pisang maksudnya sangat penting dalam membina rumah tangga, sebelum orang itu mati memberikan darma baktinya atau amal kebaikan.
d. Kelapa maksudnya anak-anak Betawi sesudah kawin jadilah akar kelapa menjadi seia sekata saling gotong royong.

Der Muruk adalah sejenis sandiwara atau tonil yang ceritanya berasal dari pengaruh Arab Parsi, sedangkan bahasanya yaitu bahasa Melayu. Di perkirakan pertunjukkan Der Muluk berkembang menjadi pertunjukan lenong, karena lenong asli yaitu disebut lenong Dines mengambil cerita tentang kisah raja-raja dan bahasanya Melayu tinggi bukan bahasa Betawi.

Salah satu cerita Der Muluk yang sangat disukai oleh masyarakat Kemayoran ialah cerita Indra Bangsawan dan Jin Afrit. Para pemain mengenakan pakaian seperti raja-raja Melayu. Musik pengiring cerita ada dua macam, yaitu tambur Cina dan Harmonium.

Apabila layar dibuka musik pengiringnya ialah tambur Cina, dan jika adegan perang atau perkelahian maka musik pengiring ialah harmonium. Permainan Der Mulur hanya untuk orang laki-laki, kaum wanita dilarang ikut main.

Demikianlah nama-nama jenis Kesenian Betawi yang di gemari masyarakat Kemayoran pada awal abad XX. Rumah sebagai tempat tinggal keluarga sangat penting artinya di dalam kehidupan, dari mulai lahir sampai akhir hayat dan sering berganti sampai beberapa keturunan.

Dalam segala hal, baik bentuk, gaya, dan model, maupun konstruksi dan susunannya, atau ragam hias dan lain-lainnya tidak dapat terlepas dari filsafat dan pandangan hidup masyarakat setempat atau bangunan itu didirikan dan kaitannya dengan semesta alam serta isinya.

Demikian pula mengenai bentuk-bentuk atau model rumah tradisional orang Betawi, baik yang ada di wilayah kota maupun yang ada di daerah pinggiran DKI Jakarta dan sekitarnya.

Berdasarkan beberapa informasi dari orang-orang Betawi, baik yang di kota maupun yang di pinggiran, maupun tipologi atau bentuk rumah biasanya di sebut menurut atapnya atau menurut strukturnya, dapat di bagi kedalam beberapa model atau gaya sebagai berikut :- rumah Betawi model Bapang;- rumah Betawi model Joglo;- rumah Betawi model Kebaya;- rumah Betawi model Jure;- rumah Betawi model Gudang, dlsb.

Adapun bentuk atau model rumah Betawi tradisional yang seperti disebutkan di atas, ada perbedaaan dalam bentuk atau model yang ada di wilayah Jakarta kota dan di wilayah pinggiran yang sebagian besar penduduknya hidup bertani.

Bentuk-bentuk model di daerah pinggiran lebih sederhana, kebanyakan bentuk rumahnya lebih menyukai model jure, bapang, dan gudang dengan biliknya terbuat dari anyaman bambu, walaupun sekarang ini sudah banyak perubahan yang terbuat dari bata.

Rumah Tradisional Betawi

Bentuk rumah tradisional orang Betawi kota, seperti yang masih ditemui di beberapa daerah Tanah Abang, Kwitang, Petojo, Batu Tulis, Kemayoran, dan daerah lainnya, lebih banyak ditemui rumah Betawi model Joglo dan kebaya.Adapun dalam penulisan ini sebagai contoh penelitian adalah daerah Kemayoran yang termasuk wilayah kota Jakarta Pusat.

Umumnya sekarang model rumah penduduk Betawi sudah banyak diubah sesuai dengan perkembangan zaman dan kemampuan pemiliknya sendiri. Tetapi walaupun sudah banyak perubahan lingkungan fisik dan penghuninya, masih ada ditemui beberapa rumah asli orang Betawi tempo dulu meskipun sudah tidak utuh lagi tetapi masih mencirikan unsur-unsur rumah Betawi tradisional.

Seperti yang dilihat di Kemayoran Gardu, ada rumah Betawi milik dari Perkumpulan Marsudi Rukun (PMR) yang dindingnya terbuat dari “pager citak”. Rumah tersebut oleh penduduk setempat disebut rumah pager citak.

Pagarnya atau dindingnya terbuat dari bilahan pelupuh bambu yang diselipkan ke dalam lonjongan potongan bambu bulat yang sudah dilubangi dan tampak menyerupai cetakan segi empat. Berbeda dengan dinding bilik bambu yang dianyam seperti rumah orang Betawi di daerah pinggiran kota Jakarta.

Referensi : Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993