Sabtu, 26 Januari 2013

Chairul Tanjung 'Si Anak Singkong Kemayoran'


Sejarah Singkat Sang Bos CT Corp

Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962 dalam keluarga yang sederhana. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama di sebuah surat kabar kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya. Pengusaha sukses asal indonesia ini dikenal luas sebagai pendiri sekaligus pemimpin, CT Corp (sebelum 1 Desember 2011 bernama Para Group)

Riwayat Pendidikan

    SD Van Lith, Jakarta (1975)
    SMP Van Lith, Jakarta (1978)
    SMA Negeri I Boedi Oetomo, Jakarta (1981)
    Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (1987)
    Executive IPPM (MBA; 1993)

Buku, Chairul Tanjung 'Si Anak Singkong'

Kisah Hidup Chairul Tanjung telah di tulis dalam sebuah buku yang berjudul 'Si Anak Singkong'. buku ini mengisahkan tentang perjalanan hidup Chairul Tanjung dari kecil hingga sukses seperti saat ini. Buku setebal 360 halaman yang di terbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK) ini disusun oleh Wartawan Kompas, Tjahja Gunawan Adiredja. Buku ini diberi kata pengantar oleh Jakob Oetama, Pendiri dan Pemimpin Umum Harian Kompas.

Buku yang merupakan kisah perjalanan hidup seorang pengusaha sukses di negeri ini. Chairul Tanjung, adalah pemilik beberapa perusahaan besar seperti stasiun televisi swasta ( Trans TV), Trans Studio, hotel, bank, dan terakhir  kabarnya menjadi salah satu pembeli 10% saham perusahaan penerbangan papan atas Indonesia ( Garuda ), dlsb.

Chairul Tanjung kecil melalui hari-hari penuh keceriaan sebagai anak kampung Jakarta. Bermain bersama teman-teman dengan membuat pisau dari paku yang di gilaskan di roda rel dekat rumahnya di Kemayoran, adalah kegiatan seru yang menyenangkan. Juga bersepeda beramai-ramai di akhir pekan ke kawasan Ancol, sambil jajan penganan murah, buah lontar.

Kelas 1 hingga kelas 2 SD sekolah di antar jemput oleh Kak Ana, seorang sanak keluarga dari Sibolga, dengan naik oplet. Selanjutnya kelas 3 SD sudah bisa pulang-pergi sekolah sendiri.

Saat usia SMP, ayahnya, (Abdul Gafar Tanjung) yang saat itu telah mempunyai percetakan, koran, transportasi,gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh pemerintah karena idealismenya yang bertentangan dengan pemerintah yang berkuasa saat itu (Soeharto). Sang ayah adalah Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Ranting Sawah Besar. Semua koran ayahnya di bredel. Semua aset di jual hingga tidak memiliki rumah satu pun.

Mungkin demi gengsi, di awal-awal, Bapaknya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat Raya, Jakarta untuk tinggal mereka sekeluarga. Hanya satu kamar, dengan kamar mandi di luar yang kemudian dihuni 8 orang. Kedua orang tua Chairul, dan 6 orang anaknya, termasuk Chairul sendiri.

Tidak kuat terus-menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian memutuskan pindah ke daerah Gang Abu, Batu Tulis, Jakarta Pusat, yang juga merupakan salah satu kantong kemiskinan di Jakarta waktu itu. Rumah tersebut adalah rumah nenek Chairul, dari ibundanya, Halimah.

Ibunya adalah sosok yang jarang sekali mengeluhkan kondisi, sesulit apapun keadaan keluarga. Namun saat itu, Chairul melihat raut wajah ibunya sendu, tidak ceria dan tampak lelah. Setelah ditanya, lebih tepatnya didesak Chairul, Ibunya baru berucap : "Kamu punya sedikit uang, Rul? Uang ibu sudah habis dan untuk belanja nanti pagi sudah tidak ada lagi. Sama sekali tidak ada".

(Tidak diceritakan lebih jelas akhirnya mendapat solusi dari mana, namun kita bisa tahu bahwa di usia SMP, Chairul sudah menyadari bagaimana kesulitan orang tuanya, bahkan untuk makan sehari-hari. Dan Ibunya adalah sosok yang sangat tabah menjalani kerasnya kehidupan).

Menunggu Bapak Pulang demi Zakat Fitrah

Suatu hari malam takbiran saat saya masih kelas dua SMP. Was-was menunggu bapak yang belum juga pulang. Saya sendirian menunggu beliau di ujung gang seraya berdoa semoga  beliau kali ini membawa uang untuk zakat fitrah kami sekeluarga.

Nanar melihat euforia malam takbiran. Teman-teman sebaya sudah bergembira, beberapa di antaranya bahkan menyewa becak berkeliling kota.

Beberapa kali air mata ini sempat menetes, sangat sesak rasanya. Ada tetangga yang memperhatikan dan sempat akan memberi zakat, saya tolak. ”Ya Allah, kami masih kuat berdiri. Meski tidak punya uang, kami masih mampu mencari,” saya pikir.

Alhamdulillah, menit-menit terakhir menjelang shalat Ied, bapak akhirnya pulang dan memberi sejumlah uang untuk membayar zakat kami sekeluarga.

Pukul 03.30  pagi saya bangunkan pengurus masjid yang tengah lelap dalam tidurnya dan menyerahkan uang itu. Setelah itu lega luar biasa. Langsung bergegas ke masjid untuk shalat Ied meski tanpa pakaian baru seperti teman-teman lainnya. "Allahu Akbar ! Tuntas kewajiban kami, ya Allah !"

Tidak ikut Study Tour ke Yogyakarta

Kelas 3 SMP sebagaimana yang dilakukan di banyak sekolah, diselenggarakan acara study tour yang pengumumannya 2 bulan sebelum keberangkatan.

Pak A.G Tanjung ( bapaknya Chairul ) saat itu mengelola perusahaan transportasi milik kawannya, sehingga otomatis Chairul mengetahui proses kerja penanganan wisata. Maka ia pun dipercaya sebagai koordinator transportasi untuk acara study tour sekolahnya ke Yogya tersebut.

Namun sampai tiba waktunya, ibunya tidak mempunyai cukup uang untuk membayar biaya study tour senilai Rp. 15.000,- sehingga dengan alasan ada kepentingan keluarga, Chairul tidak ikut berangkat dalam acara yang bahkan ia sendiri yang sibuk mengurus berbagai persiapan.

Chairul mengerjakan tugasnya sebagai koordinator dengan seksama dan melepas kepergian teman-temannya di halaman sekolah, dengan perasaan sakit yang di sembunyikan serapat mungkin.

Menggadaikan Kain Halus Ibu sebagai Biaya Kuliah

Mendaftar di Perguruan Tinggi Negeri adalah satu-satunya pilihan untuk bisa kuliah saat itu, karena belum banyak pilihan untuk melanjutkan di Universitas Swasta. Jika pun ada, biayanya sangat tinggi. Jadi jika tidak di terima di negeri, alamat jalan untuk melanjutkan pendidikan tertutup sudah. Tidak mungkin keluarganya dapat membayar biaya kuliah di Perguruan Tinggi Swasta, apalagi semua anak-anaknya masih dalam masa pendidikan.

Maka, adalah sebuah kebahagiaan yang tak terkira saat melihat nama Chairul Tanjung termasuk di antara daftar siswa yang dinyatakan lulus UMPTN. Pulang dari tempat pengumuman di Parkir Timur Senayan, Chairul mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia diterima di FKG. Sebuah kabar bahagia tentunya, disertai pemberitahuan lain berupa biaya kuliah di FKG-UI. Total Rp. 75.000,- yang rinciannya adalah Rp. 45.000 untuk biaya kuliah, dan 30.000 untuk biaya administrasi, uang jaket, dlsb.

Ibunya meminta waktu beberapa hari untuk menyiapkannya. Dan sesuai janji, beberapa hari kemudian Ibunya tersenyum sambil memberikan uang yang yang di perlukan. Maka tahun 1981 Chairul Tanjung tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Minggu awal masuk kuliah, Chairul di daulat menjadi Ketua Angkatan Mahasiswa FKG-UI, atau mendapat julukan 'Jendral Angkatan'. Bisa jadi karena postur tubuhnya yang tinggi besar, dan tentu karena pengalaman berorganisasi dari SMP dan SMA yang telah di jalaninya.

Berinteraksi dengan para sahabat baru di kampus adalah hal baru yang menyenangkan tentunya. Meski mengaku sering makan di kantin CM 'Cepek Murah' Warung Toyib dengan nasi setengah porsi, sayur, tempe/tahu, semua terasa nikmat dan membuatnya bahagia.

Hingga suatu sore, ibunya, Ibu Halimah yang di kalangan tetangga dekat biasa dipanggil Mpok Limah, asli Cilandak, Sukabumi, Jawa Barat, berkata dengan terus terang kepadanya. Bahwa untuk ongkos kuliah ibunya harus pontang-panting mendapatkan uang. Dengan air mata, ibunya menatap sang anak sambil berucap, "Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa hari yang lalu ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius, Nak".

Mendengar itu, bumi tempatnya berpijak seolah berhenti berotasi, ia lemas seperti tanpa darah. Bisa dibayangkan, baru menikmati keceriaan bertemu teman-teman baru, tiba-tiba mendengar berita menyedihkan itu. Chairul mengaku terpukul, shock. Bukan untuk putus asa dan menyerah terhadap keadaan, namun sebaliknya. Dari situlah ia bertekad untuk tidak meminta uang lagi kepada orang tuanya. Ia harus bisa memenuhi semua keperluan kuliah dengan usahanya sendiri.

Lima Belas Ribu Pertama dalam Hidup Chairul

Di FKG-UI banyak sekali praktikum, dari membuat gigi palsu menggunakan wax ( lilin), gipsum, dsb. Ada buku praktikum sekitar 20 halaman yang harus diperbanyak (di fotocopy) oleh mahasiswa sebagai pedoman wajib.

Di lingkungan Salemba Raya, bertebaran tukang foto kopi dengan ongkos per lembar Rp. 25,- sehingga diperlukan total Rp. 500,- untuk mendapatkan buku tersebut.

Nah, Chairul mempunyai teman SMP yang orang tuanya memiliki usaha percetakan di Jl. Bango V No. 5, Senen. Namanya Bravo Printing. Usaha percetakan milik Pak Surya itu dijalankan oleh Pak Surya sendiri beserta anak-anaknya Toni, Hardi Surya, Beni (teman Chairul).

Maka Chairul datang ke percetakan itu meminta tolong pada Hardi Surya (kakak kelas Chairul di SMP juga), dan disanggupi dikerjakan dengan harga Rp 150. Dikerjakan dulu, dibayar setelah selesai.

Maka, peluang usaha mulai dilihatnya. Esoknya, Chairul menawarkan jasa cetak diktat dengan harga Rp.300, lebih hemat tentunya dibanding harga pasar yang Rp. 500,-. Singkat cerita, ada 100 orang temannya yang mendaftar mencetak di Chairul, dan otomatis ia mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 15.000,-

Sebuah keuntungan yang diperoleh dengan proses sangat mudah, dengan hanya berbekal jaringan dan kepercayaan.

Uang keuntungan usaha yang baru pertama kali diterimanya sebesar 15.000 itu di rasakan Chairul sebagai momentum pembangkit kepercayaan diri selanjutnya.

Puluhan ribu berikutnya, ratusan ribu dan jutaan berikutnya bukan perkara sulit jika semangat dan kepercayaan bisa terus di jaga. Sejak itu hidupnya terasa lebih mudah.

Dari 15.000 itu kemudian ia terkenal ke seantero kampus sebagai pengganda diktat yang murah. Awalnya ia mendapat tempat fotocopy murah di daerah Grogol (Rp. 15,-/lembar dan karena memberi order banyak didiscount menjadi Rp.12,5/lembar). Dosen dan teman-teman lintas jurusan kerap menitipkan fotocopy padanya. Praktis nyaris tiap hari ia mondar-mandir Grogol-Salemba dengan bajaj mengangkut diktat-diktat yang di fotocopy dibantu beberapa orang sahabatnya.

Berikutnya karena merasa lama-lama kerepotan mondar-mandir sementara iapun harus mengikuti jam perkuliahan dan menjalankan berbagai praktikum, ia mengajukan permohonan memanfaatkan ruang kosong di bawah tangga untuk menempatkan mesin foto copy.

Dan berkat hubungan baik dengan hampir semua dosen, karyawan bahkan rektor UI, ijin itu mudah didapatkan.

Lalu Chairul meminta pemilik mesin fotocopy itu membuka counter di bawah tangga di fakultasnya di Salemba. Ia mendapat marketing fee sebesar Rp.2,5,-/lembar. Dan setiap sore, Chairul tinggal datang ke tempat fotocopyan sambil meminta setoran layaknya seorang Bos.

Demikianlah naluri bisnisnya kian terasah. Dari mulai usaha fotocopy, merambah ke bisnis alat-alat kesehatan sebagai salah satu kebutuhan pokok mahasiswa kedokteran gigi. Lalu masuk mencoba bisnis di luar kampus meski di akhiri cerita kebangkutan dengan di tutup tokonya.

Namun bangkit lagi dengan usaha jual-beli mobil bekas, bengkel reparasi mobil, kontraktor kecil-kecilan, dlsb.

Tahun 1984, di masa kuliah tahun ke 4 (usia 22 tahun) Chairul telah berhasil membeli mobil Honda Civic warna coklat keluaran tahun 1976 seharga 3,6 juta. Dan tahun 1986 berganti Honda Accord keluaran tahun 1981.

Perolehan itu menunjukkan bahwa ia telah berhasil mewujudkan tekadnya untuk tidak meminta biaya kuliah pada orang tuanya, sekaligus juga telah mulai menuai hasil usahanya dengan kerja keras dan kerja cerdas tersebut. Sebuah prestasi yang membanggakan setiap orang tua tentunya.

Begitulah Chairul, sambil tekun menjalankan usahanya, ia juga paralel dengan aktif di berbagai kegiatan organisasi kampus dan aktifitas sosial. Semua dijalankan secara seimbang dan bersamaan.

Hingga di usia dewasa Chairul terus memperluas jalinan silaturahim ke berbagai kalangan, berani mempelajari aneka bisnis baru dan mencari jalan untuk menjalankan dengan sebaik-baiknya. Gabungan antara kerja keras, menjaga kepercayaan, mengedepankan kejujuran dan etika bisnis, tak pernah berhenti belajar dan disertai dengan doa terbaik tentunya.

Pak Chairul Tanjung, sesosok pengusaha besar nasionalis yang sangat diperhitungkan di negeri ini, termasuk bagi Pak Dahlan Iskan yang saat itu sempat mengirimkan SMS menawarkan penjualan saham Garuda sebagaimana yang sempat diceritakan oleh Pak Dis sendiri di Manufacturing Hope beberapa waktu lalu.

Beliau mungkin telah menggenggam berbagai cerita kesuksesan hari ini yang adalah hasil jerih payah dan kerja kerasnya yang dimulai sangat dini. Tempaan hidup berupa kemiskinan, seringkali menjadikan seseorang menjadi tangguh, berkarakter dan berkepribadian.

Pemikiran

Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik di perlukan. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun.

Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa di andalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting.

Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus di miliki seseorang yang ingin sukses berbisnis. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis.

Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar.

Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,seseorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak semua hasil bisa di terima secara langsung.

Di bawah para group, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di berbagai bidang diantaranya :

    Mega Corpora
    Perbankan
    PT Bank Mega Tbk (Bank Mega)
    PT Bank Syariah Mega Indonesia (Bank Mega Syariah)
    Asuransi
    PT Asuransi Jiwa Mega Life
    PT Asuransi Umum Mega
    Pasar modal
    PT Mega Capital Indonesia
    Pembiayaan
    PT Para Multifinance
    PT Mega Auto Finance
    PT Mega Central Finance
    Trans Corp
    Trans Corpora Media
    PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV)
    PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans7)
    PT Agranet Multicitra Siberkom (DetikCom)
    PT Trans Lifestyle
    PT Anta Express Tour & Travel Service Tbk
    PT Trans Fashion
    PT Trans Mahagaya
    PT Mahagaya Perdana
       (Prada, Miu Miu, Tod’s, Aigner, Brioni, Celio, Hugo Boss, Francesco Biasia,
        Jimmy Choo, Canali, Mango)
    PT Trans F&B
    PT Trans Coffee (The Coffee Bean & Tea Leaf)
    PT Trans Ice
    PT Naryadelta Prarthana (Baskin Robbins)
    PT Metropolitan Retailmart (Metro Department Store)
    PT Trans Airways
    PT Trans Rekan Media
    PT Trans Entertainment
    PT Trans Property
    PT Para Bandung Propertindo (Bandung Supermal)
    PT Batam Indah Investindo
    PT Karya Data Mandiri
    PT Mega Indah Propertindo
    PT Para Bali Propertindo
    PT Trans Studio
    PT Trans Kalla Makassar (Trans Studio Resort Makassar)
    Trans Studio Resort Bandung
    PT Trans Retail
    PT Carrefour Indonesia
    PT CT Global Resources
    PT Para Inti Energy
    PT Para Energy Investindo
    PT CT Agro
    PT Kaltim CT Agro
    PT Kalbar CT Agro
    PT Kalteng CT Agro
    PT Arah Tumata
    PT Wahana Kutai Kencana

Prestasi Para Group antara lain : di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 Miliar Rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp., membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40%. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding) pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal12 Maret 2010 di Perancis.

Majalah ekonomi ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia edisi tahun 2010. menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937  orang terkaya di dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar.

Tahun 2011, menurut Forbes Chairul Tanjung menduduki peringkat 11 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 2,1 miliar, dan menurut data terbaru yang saya peroleh dari forbes pada tahun 2012 chairul menempati posisi ke 8 orang terkaya di Indonesia dan peringkat ke 634 di dunia dengan kekayaan 2 milyar US$ atau senilai dengan 19,3 triliun rupiah.

Pada tanggal 1 Desember 2011, Chairul Tanjung meresmikan perubahan Para Grup menjadi CT Corp. CT Corp terdiri dari tiga perusahaan sub holding: Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan, dan sumber daya alam.

sumber : kumpulansejarah.com