Sang Penjaja Kue di Sore Hari
Sebenarnya apa yang dijajakan oleh wanita separuh baya itu ? Jawabannya singkat saja : kue. Tapi, mengapa dia begitu dinanti-nanti ? Alasan yang paling tepat adalah karena kue-kue yang dijajakannya itu terdiri dari kue-kue tradisional atau yang lazim disebut dengan jajanan pasar. semisal kue serabi, putu mayang, getuk lindri, kue apem, kue cucur, ongol-ongol, combro, misro serta lainnya.
Ada yang dinanti bila sore tiba, yakni teriakan khas dari Bi Nur ketika menjajakan dagangannya. Terutama bagi kaum ibu, seolah ini merupakan agenda rutin yang memiliki prioritas tersendiri. Tanpa banyak berbasa-basi, sebagian dari isi bakul Bi Nur tersebut segera berpindah ke wadah yang sudah dipersiapkan serta langsung dihidangkan sebagai teman minum teh.
Sebenarnya apa yang dijajakan oleh wanita separuh baya itu ? Jawabannya singkat saja : kue. Tapi, mengapa dia begitu dinanti-nanti ? Alasan yang paling tepat adalah karena kue-kue yang dijajakannya itu terdiri dari kue-kue tradisional atau yang lazim disebut dengan jajanan pasar. semisal kue serabi, putu mayang, getuk lindri, kue apem, kue cucur, ongol-ongol, combro, misro serta lainnya.
Bi Nur & salah satu pelanggan setianya |
Diantara kue-kue yang dijajakan, yang menempati posisi terfavorit adalah Alya Bagente yakni panganan sejenis rangginang berbahan dasar nasi yang dikeringkan. Setelah melalui proses penjemuran, maka kemudian digoreng. Terakhir, setelah matang langsung dimasukkan kedalam kinca gula merah. Diakui oleh Bi Nur bahwa panganan yang telah 'diproduksi' sejak lebih dari tiga dasawarsa itu hingga kini masih jadi komoditi andalannya.
Soal cita rasa, Alya Bagente tidaklah terlalu istimewa. Bahkan kue buatan Bi Nur itu terkesan alot. Bagi orang yang memiliki masalah pada gigi, jangan coba-coba untuk mengkonsumsi jenis makanan tersebut apabila tidak ingin menyiksa diri. Namun saran yang demikian tidak akan berguna bagi para penggemar fanatik kue Alya Bagente. Bagi mereka makanan itu seolah merupakan salah satu menu wajib sebagai teman minum teh di sore hari.
Kendati demikian, kini sudah tidak terdengar lagi teriakan khas seorang Bi Nur yang menjajakan dagangannya kala sore menjelang. Konon perempuan sebatang kara itu telah mudik ke kampung halamannya di wilayah Banten, Namun sesungguhnya tak ada yang tahu secara pasti lantaran saat terakhir berjualan, Bi Nur sama sekali tidak mengisyaratkan sesuatu apa.
Dua tahun terlewat sudah dengan menyisakan seberkas kerinduan pada Bi Nur beserta kue-kue dagangannya itu. Sang Primadona kini telah 'menghilang' dan belum tergantikan oleh siapapun. Sebagian bahkan masih berharap kelak dapat melewati sore hari bersama Bi Nur dan hidangan kue-kue jajaan pasar khas-nya tersebut.
Heri Abdullah