Menara Kemayoran terancam dihancurkan. Pasalnya, salah satu cagar budaya berdasarkan SK Gubernur No. 475 tahun 1993 Lampiran Nomor 51 yang berada di dalam Blok C7, tidak tercantum dalam Panduan Rancang Kota (urban development guide lines/UDGL) Komplek Kemayoran yang dikeluarkan Dinas Tata Ruang DKI Jakarta.
UDGL tersebut hanya menyebutkan prinsip-prinsip umum desain blok dan simulasi desain blok C7 dan C9. Kedua Blok ini merupakan area yang akan dimanfaatkan oleh PT Pikko Land Development Tbk sebagai superblock bernama Grand Kemayoran.
Padahal, Menara Kemayoran masih berdiri tegak dan menjadi saksi bisu sejarah dunia penerbangan sipil internasional Indonesia. Meskipun kondisi sekarang tak terurus, kumuh, kusam, tertutup ilalang, semak belukar dan rumput liar, namun bukan berarti eksistensinya bisa ditiadakan begitu saja.
Presiden Direktur PT Pikko Land Development Tbk, Nio Yantony, dalam perbincangan dengan Kompas.com, beberapa waktu lalu, mengungkapkan rencana besar perusahaannya untuk mengembangkan Grand Kemayoran dengan lahan seluas 26 hektar tahun depan.
Dalam situs resminya, Pikko Land menargetkan konstruksi akan dimulai pada 2014 dan selesai pada 2021 mendatang. Karena lahannya luas, mereka akan membangun secara bertahap.
Grand Kemayoran menempati Blok C7, C9, B2, B3, B7 dan B8 Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta Pusat. Di dalamnya terdapat beberapa blok peruntukan residensial vertikal, blok perkantoran, rumah sakit dan blok pusat belanja serta blok hotel dengan klasifikasi bintang empat dan lima.
Tahap pertama berupa mixed use development yang merangkum apartemen, hotel, pusat belanja dan rumah sakit. Serupa dengan proyek-proyek komersial lainnya, untuk membangun tahap pertama ini, mereka juga menjalin kerjasama dengan PT Lippo Karawaci Tbk.
Hal ini sejalan dengan penuturan Direktur Utama Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK), Tabrie. Dia menjelaskan, PPKK yang mengelola aset seluas 454 hektar, dituntut untuk menghasilkan pendapatan bagi Negara.
Oleh karena itu, lanjut Tabrie, PPKK berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) yang berkewajiban menyumbang pendapatan bagi negara. Sejak perubahan inilah, keran kerjasama dengan investor swasta dibuka lebar-lebar.
"Sejak 2011, itu berlaku BLU penuh. Artinya, lahan yang kita miliki, lahan HPL ini jika dibangun di atasnya, bangunan tersebut jadi milik pemerintah," tambah Tabrie.
Menurut pengamat arsitektur yang juga arsitek pada Prada Tata Indonesia, Aditya W Fitrianto, jika pembangunan Grand Kemayoran terealisasi tahun depan, dan mengacu pada UDGL-nya, maka Menara Kemayoran yang berfungsi sebagai Air Traffic Control (Menara Pengawas Lalu Lintas Udara) Bandara Kemayoran, dalam posisi "genting".
"Penghancuran kemungkinan besar dilakukan, bila keberadaan Menara Kemayoran tersebut tidak tercantum dalam UDGL Dinas Tata Ruang. Karena lokasinya berada di Blok C7 yang merupakan situs Grand Kemayoran. Celakanya, PPKK tidak tahu. Mereka malah akan membuat semacam "cagar alam"," ujarnya, Senin (14/10/13).
kompas.com